Logo Bloomberg Technoz

Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah tetap akan memantau ketat pergerakan harga minyak, guna mempertimbangkan apakah ICP perlu direvisi kembali.

Penetapan ICP dalam APBN, lanjutnya, hanya dipergunakan untuk kepentingan penyusunan anggaran. Adapun, realisasinya tetap akan memperhatikan pergerakan riil dari harga minyak mentah itu sendiri.

“Untuk realisasinya akan terus dimonitor, apabila akan memengaruhi keseimbangan APBN, maka kalau diperlukan, akan dilakukan usulan perubahan asumsi sesuai dengan tata cara di undang-undang,” jelasnya.

Harga Minyak WTI (Sumber: Bloomberg)

Risiko Target Defisit

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga berpendapat kemungkinan revisi ICP akan bergantung pada prediksi pemerintah terkait dengan harga minyak mentah dunia pada tahun depan. 

“Hal yang perlu diketahui adalah potensi deviasi dari defisit anggaran pada tahun ini cukup besar, karena pemerintah memberikan subsidi kepada BBM Pertalite. Catatan kami, mengacu pada Nota Keuangan RAPBN 2024, setiap kenaikan ICP sebesar US$1/barel akan meningkatkan defisit anggaran pemerintah sebesar Rp6,5 triliun, yang disebabkan oleh lebih besarnya kenaikan belanja pemerintah yakni sebesar Rp10,1 triliun, dibandingkan dengan kenaikan pendapatan pemerintah yang hanya sebesar Rp3,6 triliun," terang Josua.

Apabila harga minyak pada tahun depan secara rata-rata berada di rentang US$90—US$100 per barel, dengan asumsi variabel lain sesuai dengan perkiraan, Josua memperkirakan defisit dapat meningkat sebesar Rp52 triliun—Rp 117 triliun. Deviasi yang cukup besar itu pun akan berpengaruh pada kredibilitas APBN 2024.

Goldman Sachs Group Inc. belum lama ini telah meningkatkan proyeksi untuk harga minyak kembali ke angka US$100/barel. Hal ini dipengaruhi permintaan di seluruh dunia mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, ditambah dengan pembatasan pasokan OPEC+ yang terus memperketat pasar.

Dengan harga yang naik lebih dari 30% sejak pertengahan Juni hingga melampaui US$95/barel pada Selasa (19/9/2023), bank Wall Street ini sedikit meningkatkan perkiraan 12 bulannya untuk harga acuan global Brent menjadi US$100/barel dari sebelumnya US$93/barel.

Namun, Goldman mengatakan dalam sebuah catatan bahwa sebagian besar reli dalam komoditas penting ini "sudah berlalu."

Harga minyak telah menguat secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Harga mencapai level tertinggi dalam 10 bulan dipicu pemangkasan pasokan yang signifikan dari Arab Saudi dan Rusia. 

(wdh)

No more pages