Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menjelaskan, berdasarkan asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023, anggaran kompensasi BBM pada tahun ini diperkirakan mencapai Rp3.610/liter, dengan asumsi harga Pertalite di tingkat ritel dipatok Rp10.000/liter seperti saat ini.
“Dengan begitu, anggaran kompensasi Pertalite untuk 2023 mencapai Rp117,5 triliun dengan asumsi kuota berada di 32,56 juta kiloliter,” jelasnya.
Adapun, untuk BBM jenis Solar, Andry mengatakan anggaran yang digelontorkan pemerintah dapat berbentuk subsidi dan kompensasi. Dengan asumsi makro yang sama, pemerintah akan menanggung subsidi dan kompensasi Solar sekitar Rp5.700/liter.
Untuk subsidi Solar, pemerintah hanya mengalokasikan 17 juta kilo liter dengan subsidi tetap di Rp1.000/liter. Sementara itu, lanjutnya, semestinya tanggungan pemerintah dari perbedaan harga ekonomi dan ritel Solar sebenarnya dapat mencapai Rp98,2 triliun.
“Terkait dengan ketahanan fiskal, di sini harus dilihat dari beberapa aspek. Pertama, jelas harga minyak mentah. Kami memperkirakan setiap kenaikan US$1/barel minyak mentah akan mendorong harga ekonomi Pertalite dan Solar sekitar Rp200/liter,” tuturnya.
Dengan demikian, kata Andry, saat harga minyak dunia menembus di atas US$90/barel, tiap kenaikan US$1/barel akan berpotensi meningkatkan beban anggaran sejumlah Rp0,5 triliun/bulan untuk Pertalite, dan Rp0,3 triliun/bulan untuk Solar.
Kedua, kurs. Ketiga, permintaan BBM. Pertamina memperkirakan kuota Pertalite tidak akan habis pada 2023, atau hanya sekitar 30,8 juta kiloliter dari kuota tahun ini sebanyak 32,56 juta kiloliter.
“Selain itu, harga minyak kemarin kan sempat bertahan lama dibawah US$90/barel, sehingga semestinya masih ada ruang fiskal untuk menahan peningkatan harga minyak sekarang. Jadi, kesimpulannya ketahanan fiskal masih dapat dijaga bahkan hingga tahun depan,” tutur Andry.
Terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan pemerintah akan menjaga agar pergerakan harga minyak dunia tidak berdampak langsung terhadap harga BBM bersubsidi.
Menurutnya, APBN sejak awal sudah didesain untuk langkah antisipatif.
“Kemarin untuk APBN 2023, outlook kita terakhir untuk ICP itu sekitar US$70—US$80 per barel, sudah sampai akhir September ini, kita tahu. Jadi kita selalu antisipasi kalau naiknya berapa, buffer-nya berapa. [Anggaran subsidi] masih cukup. Jadi kita cukup ada forward looking-nya di APBN. Tidak masalah,” tuturnya, Rabu (20/9/2023).
Sekadar catatan, harga minyak WTI untuk pengiriman November turun 3 sen menjadi ditutup pada US$89,63 per barel di New York pada hari ini. Adapun, Brent untuk penyelesaian November turun 23 sen menjadi ditutup pada US$93,30 per barel.
(wdh)