Semua peserta pemilu akan melakukan berbagai cara untuk memenangkan kontestasi, jelas Ronald. Maka itu penting bagi Bawaslu terus membentengi diri dengan kerja sama dengan pihak lain termasuk dari pengguna Google dan YouTube.
“Nah, contoh misinformasi yang sekarang tren itu, masyarakat sudah menyematkan ini calon presiden. Secara yuridis atau dari sisi proses pemilu dan pemilihan, tidak ada calon presiden dan tidak ada calon wakil presiden sekarang. Karena ini belum benar-benar. Nah, itu salah satu misinformasi,” tambah dia.
Ronald juga berpendapat dengan adanya peningkatan teknologi kecerdasan buatan (AI) bisa membawa pengaruh buruk dan menghancurkan kepercayaan publik terhadap lembaga jika tidak digunakan dengan bijak.
Dia menceritakan pada tahun 2020 saat Pilkada di Kabupaten Yalimo terjadi kerusuhan dan konflik hingga terjadi aksi pembakaran. Hal ini berdampak pada proses pemungutan suara ulang. Insiden ini dipicu oleh disinformasi, kata dia.
“Jadi bukan hanya disinformasi tapi disinformasi yang diproduksi. Besok, 2024 tidak mungkin tidak ada tumbal, untuk kabupaten yang tidak didewasakan, bukannya saya menakut-nakuti namun kita harus bertanggung jawab untuk seluruh proses Pemilu dan bersama- sama dewasa,” tuturnya.
(wep)