“Ini merupakan data yang positif, mendukung persepsi disinflasi,” ujar Adam Crisafulli dari Vital Knowledge.
Harga minyak dunia, yang menentukan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) di AS, bergerak turun usai pemerintahan Presiden Joe Biden berencana kembali melepas stok dari Cadangan Minyak Strategis. Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) bergerak ke bawah US$ 80/barel.
Namun, investor perlu waspada. Marko Kolanovic dari JPMorgan Chase & Co memperingatkan menyebut “resesi belum masuk hitungan (priced-in) di pasar saham saat ini”.
Sementara tim riset di Morgan Stanley yang dipimpin oleh Michael Wilson menyebut Wall Street rentan terpukul oleh aksi jual massal (sell-off) karena terlalu awal memperkirakan The Fed akan berhenti menaikkan suku bunga acuan tahun ini.
“Pasar saham dan surat utang sudah memperhitungkan akan terjadi soft landing, didasari oleh memuncaknya inflasi dan suku bunga. Namun ini bisa mengarah ke bear market, karena meningkatnya kebutuhan likuiditas dolar AS dan aksi ambil untung,” tegas Lisa Shalett, Chief Investment Officer di Morgan Stanley Wealth Management.
Namun Alexandra Wilson-Elizondo, Head of Multi Asset Retail Investing di Goldman Sachs Asset Management, berpendapat reli di pasar masih bisa bertahan selama beberapa bulan.
“Kami sangat yakin bahwa disinflasi akan butuh waktu dan The Fed masih berada dalam keterbatasan pilihan kebijakan. Kami tetap waspada terhadap posisi portofolio, tetapi kami melihat adanya katalis yang fundamental seperti pembukaan kembali aktivitas masyarakat (reopening) di China,” papar Wilson-Elizondo.
Irene Tunkel, Chief Equity Strategist di BCA Research, menilai kecemasan akan inflasi tidak lama lagi bakal berganti dengan kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Pasar sudah bersiap menyambut soft landing, mereka merayakan akhir dari inflasi yang sudah dekat. Akan tetapi, saya pikir kita belum keluar dari hutan belantara karena ada jarak tipis antara inflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
(bbn)