Logo Bloomberg Technoz

Naomi Alvarado merasa telah melakukan segala sesuatu dengan benar. Dia masuk ke Unversity of Texas di Arlington dan mengambil jurusan manajemen bisnis, bidang yang akan mendapat bayaran dengan layak. Dia magang, memulai kariernya, dan pindah demi peluang pekerjaan yang lebih baik. Namun, pada usia 27 tahun, dia mendapati dirinya tidak memiliki pekerjaan, tinggal bersama orang tuanya di El Paso, Texas.

“Orang seumuran saya diberi impian bahwa anda bisa pergi kuliah, mendapatkan pekerjaan di dunia bisnis korporasi, dan membeli rumah. Impian itu tidak tercapai,” cerita Naomi.

Alvarado dipecat dalam gelombang pemutusan hubungan kerja awal tahun ini, yang membuatnya tanpa pekerjaan di San Diego, California. Tetapi bahkan sebelum itu, Alvarado mengatakan bahwa dia kesulitan untuk membiayai gaya hidup yang seharusnya bisa dia capai. 

Rutinitas kerja 9 pagi sampai 5 sore membuatnya merasa terlalu bekerja keras dan dibayar rendah. Dia juga memiliki utang kartu kredit sebesar US$10.000 (Rp154 juta). Jadi, tanpa pekerjaan, dan tidak yakin dengan prospek kariernya, membuatnya kembali tinggal bersama orang tuanya.

“Aku merasa seperti aku hanya sedang naik tangga korporat dan mencoba melakukan apa yang dikatakan oleh masyarakat,” kata Alvarado. 

“Tapi sekarang aku sangat mempertanyakan bekerja di dunia bisnis korporat karena keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan,” tambahnya.

Menolak kuliah

Hernesto Angier berpikir bahwa tidak melanjutkan kuliah adalah keputusan cerdas. Dia menghindari utang pinjaman kuliah ketika dia tidak yakin aoa yang ingin dia lakukan. Tetapi seiring inflasi yang membuat segala biaya naik, dari sewa, bensin, utilitas, dan makanan, yang membuat pria 23 tahun ini mendapati bahwa upah di pekerjaan berjam-jam tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Kakak-kakak saya yang berusia 30-an bisa pindah dari rumah saat mereka seumuran saya,” kata Angier.

“Tapi untuk generasi saya, sulit untuk pindah karena biaya hidup mahal di semua aspek,” tambahnya.

Setelah lulus dari sekolah menengah pada tahun 2018, Angier mulai bekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang tidak tetap sambil tinggal bersama orang tuanya di negara bagian, Washington. Kemudian pandemi membuatnya kehilangan pekerjaan dan uang untuk hidup secara mandiri. Jadi ketika orang tuanya pindah ke Bella Vista, Arkansas, awal tahun ini, dia mengikutinya. 

Di sana, Angier mengatakan dia telah melamar pekerjaan di mana saja mulai dari McDonalds hingga Walmart. Namun, sampai sekarang dia belum berhasil mendapatkan pekerjaan yang membayar lebih dari US$15 per jam. Dia telah mempertimbangkan untuk masuk sekolah las, yang akan dibiayai orang tua. Tetapi dia tidak yakin apakah biaya tersebut sebanding, kerena pekerja las di daerahnya hanya menghasilkan sekitar US$20 per jam. 

“Ada kesalahpahaman umum bahwa orang muda yang tinggal di rumah hanya malas dan bisa mendapatkan pekerjaan,” katanya. 

“Tetapi sebenarnya tidak lagi seperti itu. Sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang baik di pasar ini,” tambahnya.

Indeks hasil survei Harris Poll x Bloomberg. (Sumber: Bloomberg)

Terhambat karena pandemi

Seluruh dampak dari bagaimana wabah Covid-19 mengganggu Generasi Z masih terus muncul. 

Generasi ini, yang berusia 8 hingga 23 tahun ketika pandemi terjadi, berada pada puncak tahun-tahun sekolah mereka. Dan bagi Grace Seymour yang sedang belajar jurnalistik dan bahasa Inggris di University of Connecticut pada tahun 2020 dan melewatkan kesempatan magang dan peluang kerja, sulit untuk memulai kariernya.

Seymour mengatakan bekerja menjadi jurnalis tampaknya memiliki banyak jalur karier yang layak ketika dia memulai kuliah. Tetapi pada tahun seniornya, peluang pekerjaan yang ditemuinya sangat sedikit dan kompetitif. 

“Ada pekerjaan yang tersedia, kecuali jika Anda memiliki koneksi atau magang, tidak ada yang bersedia untuk merekrut,” kata Seymour.

Dengan memiliki utang kuliah lebih dari US$70.000, gagasan untuk mengambil risiko dan pindah ke kota yang mahal tanpa pekerjaan tetap yang aman tampak menakutkan. Jadi Seymour sejak itu berusaha mengejar ketertinggalan, dia bekerja dua pekerjaan paruh waktu secara daring dari kamar tidur di rumah orang tuanya di Trumbull, Connecticut, sambil mengikuti sekolah pascasarjana.

“Generasi kami tidak dipersiapkan untuk sukses,” kata Seymour. 

“Saya begitu senang tidak terjebak dalam perlombaan untuk mendapatkan uang dengan bekerja keras untuk membayar makanan dan tempat tinggal, dan tidak memiliki apa-apa,” tambahnya.

Tidak bekerja terlalu keras untuk mencapai keinginan

Saat dia tumbuh dewasa, Lilian Zhang menyaksikan orang tuanya stres karena masalah keuangan. Dia bersumpah tidak akan melakukan hal yang sama. Bagaimana caranya? Dengan berbagi biaya dengan dua teman sekamarnya yaitu ibu dan ayah.

Selama kuliah, pandemi membuat Zhang menghemat dengan tinggal bersama kedua orang tuanya. Jadi, setelah lulus dari University of California, Berkeley, dan mendapatkan pekerjaan teknologi yang menguntungkan, dia memilih untuk kembali pulang daripada ‘membuang-buang’ gajinya untuk sebuah apartemen.

“Saya punya seluruh hidup saya untuk pindah ke apartemen atau rumah yang bagus,” kata Zhang. 

“Saya membuat keputusan yang dipertimbangkan untuk maju,” tambahnya.

Ilustrasi anak muda. (Sumber: Bloomberg)

Sekarang, saat berusia 23 tahun, dia sedang menambah tabungannya dan memaksimalkan tabungan pensiunannya, sambil membantu membayar belanjaan, perbaikan rumah, dan sesekali liburan keluarga. 

Dari hasil survei Harris Poll terhadap 329 anak muda yang masih tinggal dengan orang tua, 70% mengatakan mereka tidak akan berada pada posisi finansial seperti sekarang jika bukan karena hal itu. Hal yang sama dilakukan oleh Zhang,  dapat menghemat lebih dari US$1.000 per bulan. Zhang sudah mengumpulkan kekayaan bersih lebih dari US$100.000 sendiri.

“Ini menyedihkan karena dulu Anda hanya perlu satu pekerjaan, untuk mendukung diri sendiri, dan menghemat uang untuk rumah,” kata Zhang yang saat ini mendapatkan uang tambahan sebagai konten kreator. 

“Tapi saya merasa sangat sulit untuk melakukannya dalam ekonomi saat ini,” tambahnya.

(bbn)

No more pages