Selain insentif fiskal, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya berencana memberikan insentif penurunan jaminan lelang melalui revisi Peraturan Menteri ESDM No. 37/2018 tentang Wilayah Kerja (WK) Panas Bumi, Pemberian Izin Panas Bumi, dan Penugasan Pengusahaan Panas Bumi.
Berdasarkan beleid tersebut, pemerintah menetapkan biaya jaminan bagi investor WK panas bumi yang dilelang. Dana jaminan lelang akan masuk ke penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Adapun, pemerintah berencana menurunkan biaya jaminan sebesar 96% menjadi hanya US$5.000.
Tidak hanya itu, Kementerian ESDM sebelumnya berencana memangkas termin lelang WK panas bumi dari satu semester menjadi lima bulan, dan mekanisme produsen kepada PLN sebagai single buyer istrik berbasis panas bumi pun akan diubah.
Para pelaku usaha hulu panas bumi juga bakal memperoleh kemudahan kemitraan bersama PLN sebelum izin panas bumi (IPB) produsen dikeluarkan pemerintah. Selama ini, kemitraan pelaku usaha baru terbentuk jika mereka sudah mendapatkan IPB.
Untuk diketahui, Indonesia menargetkan utilisasi energi panas bumi dalam kelistrikan dalam negeri menembus 5.500 megawatt (MW) pada 2030, setara dengan kontribusi sebesar 51,6% terhadap bauran energi hijau.
Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia Prijandanu Effendi mengatakan saat ini kapasitas terpasang geothermal di dalam negeri baru mencapai sekitar 2.780 MW. Namun, target tersebut dinaikkan sekitar dua kali lipat dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021—2030 yang disusun PT PLN (Persero).
“Ini berarti juga memberi tambahan 3.300 MW selama 10 tahun ke depan atau sekitar 450 MW per tahun. Target ini cukup ambisius, tetapi juga menunjukkan komitmen semua pihak, kerja keras, serta campur tangan pemerintah agar hambatan dan permasalahan di sektor ini dapat segera diselesaikan,” ujarnya, Rabu (20/9/2023).
Salah satu hal yang perlu dibenahi agar utilisasi panas bumi dapat mencapai target RUPTL, kata Prijandanu, adalah kebijakan pentarifan listrik berbasis panas bumi yang harus sesuai dengan nilai keekonomian proyek dan tingkat risiko investasi jangka panjang.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan saat ini penambahan kapasitas geothermal hanya sekitar 40 megawatt (MW) per tahun, sangat jauh dari ekspektasi dan potensi yang dimiliki Indonesia.
Capaian tersebut dinilai lambat lantaran untuk mencapai target penambahan kapasitas pembangkit panas bumi sebesar 3.355 MW sampai dengan 2030, diperlukan penambahan kapasitas rata-rata 450 MW per tahun.
(wdh)