Bloomberg Technoz, Jakarta - Indonesia secara resmi akan memiliki bursa karbon pekan depan. Namun, sebelum peresmian ini, salah satu emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah lebih dulu mencatat pendapatan dari 'jual beli' karbon ini.
Ialah PT Barito Pacific Tbk (BRPT), emiten milik Prajogo Pangestu. Berdasarkan laporan keuangan per 2022, BRPT mencatat pendapatan carbon credit sebesar US$ 2,51 miliar atau setara sekitar Rp37,68 miliar.
Pendapatan carbon credit atau kredit karbon disajikan sebagai bagian dari pendapatan kontrak dengan pelanggan dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain-lain dalam konsolidasian interim.
Sementara, pendapatan carbon credit diakui pada waktu tertentu setelah penjualan unit CER dan Voluntary Emission Reduction (VER) kepada pelanggan. Berdasarkan penilaian manajemen, transaksi kredit karbon grup tidak memiliki pertimbangan variabel seperti hak imbalan dan potongan atau rabat volume, dan tidak ada komponen pembiayaan yang signifikan, imbalan non tunai, dan imbalan yang harus dibayarkan kepada pelanggan.
Tim Riset NH Korindo Sekuritas mengamini BRPT akan menjadi salah satu yang diuntungkan dengan keberadaan bursa karbon. Ini karena perusahaan telah mencatat pendapatan dari segmen tersebut.
Selain BRPT, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) akan terdampak hal serupa. Anak usaha Pertamina ini telah mencatat carbon credit sebesar US$747.000.
Selain itu, Kencana Energy (KEEN) dan PT Arkora Hydro (ARKO) merupakan dua perusahaan yang memiliki portofolio PLTA. Adapun KEEN memiliki PLT Biomassa dan Solar Panel. UNTR juga diuntungkan, karena pada Agustus kemarin membeli ARKO 26% saham ARKO.
Pembelian dilakukan melalui entitas usahanya yaitu PT Energia Prima Nusantara yang merupakan holding energi terbarukan dari UNTR dan Astra Group. Kemudian, TEPCO yang merupakan raksasa PLT asal Jepang menggenggam kepemilikan 25% di KEEN.
(mfd/dhf)