Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Penerapan bursa karbon bisa mendatangkan cuan baru untuk emiten. Terlebih, bagi mereka yang sudah lebih dulu menerapkan perdagangan karbon tersebut.

Tim riset NH Korindo Sekuritas dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dan Grup Barito, terutama PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dan PT Barito Renewables Energy, merupakan raksasa pembangkit listrik tenaga panas bumi. Mereka masuk dalam 10 perusahaan geothermal terbesar dunia.

Berbicara mengenai BREN yang akan IPO, 66.67% dari Saham BREN dimiliki oleh holding BRPT yang merupakan milik Prajogo Pangestu. "Hal yang unik, PGEO dan BRPT sudah mencatatkan pendapatan dari carbon credit," tulis riset tersebut, dikutip Rabu (20/9/2023).

Pada 2022, PGEO mencatat pendapatan carbon credit US$747.000. Sedang BRPT mencatat US$3,57 juta.

Selain itu, Kencana Energy (KEEN) dan PT Arkora Hydro (ARKO) merupakan dua perusahaan yang memiliki portofolio PLTA. Adapun KEEN memiliki PLT Biomassa dan Solar Panel. UNTR juga diuntungkan, karena pada Agustus kemarin membeli ARKO 26% saham ARKO. Pembelian dilakukan melalui entitas usahanya yaitu PT Energia Prima Nusantara yang merupakan holding energi terbarukan dari UNTR dan Astra Group. Kemudian, TEPCO yang merupakan raksasa PLT asal Jepang menggenggam kepemilikan 25% di KEEN.

Perusahaan yang menjual olahan kayu dan timber yakni Integra Indocabinet (WOOD) dan SLJ Global dahulu bernama Sumalindo Lestari juga mulai masuk ke dalam perdagangan karbon.  WOOD memiliki hak pengusahaan hutan (HPH) konsesi sejumlah 163.425 hektar (ha) dan SULI dengan jumlah 624.725 ha.

Hal yang menarik dari SULI yaitu per akhir Juli 2023 terjadi peralihan Crossing nominee.  Pengendali SULI yang baru adalah Natureverse Inc, sebuah perusahaan yang beralamatkan di Singapura, bergerak di sektor climate solution dengan mengembangkan proyek solusi berbasis alam yang menghasilkan pengurangan emisi terverifikasi berkualitas tinggi bagi perusahaan dan individu. 

Ada juga emiten jasa TIC yakni PT Mutuagung Lestari Tbk (MUTU) memiliki keunikan yang bergerak di sektor bidang verifikasi Gas Rumah Kaca (GRK). Verifikasi atau validasi GRK adalah kegiatan untuk melihat kesesuaian upaya yang telah dilakukan terhadap pengurangan dan penurunan emisi dari kegiatan yang dilakukan. Verifikasi GRK dilakukan untuk memverifikasi upaya yang telah dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi dan menurunkan emisi yang dilepaskan ke udara apakah telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

Adapun perusahaan lain yang bisa terkena dampak implementasi bursa karbon yakni PT United Tractors (UNTR) yang merupakan anak usaha Astra Internasional terkait dengan alat berat, batu bara, dan emas. 

Hal yang menarik dari UNTR melalui anak usahanya Energia Prima Nusantara terus melakukan investasi ke perusahaan-perusahaan energi terbarukan. Agustus kemarin, UNTR membeli saham salah satu anak usaha pemain panas bumi di Indonesia yaitu Supreme Energy Sriwijaya (SES), anak usaha Supreme Energy. SES adalah pengelola Rantau Dedap Geothermal. 


PT Indika Energy Tbk (INDY) pasca mendivestasi PTRO (Petrosea) yang merupakan kontraktor coal sekaligus MBSS yang merupakan angkutan coal ini terus meningkatkan dan mendiversifikasi pendapatan dari non coal business. Sebut saja motor listrik (ALVA), Solar panel (EMITS), Indika Nature (Biomass dan Agro-forestry).

PT Protech Mitra Perkasa Tbk (OASA), perusahaan ini kedepannya memiliki bisnis yaitu PLT bertenaga sampah sekaligus mengelola pabrik biomassa. 

Terakhir, ada PT Radiant Utama Interinsco Tbk (RUIS) dan  PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Kedua emiten ini dikenal sebagai emiten yang bergerak di bidang oil and gas. Namun, Medco adalah kepemilikan di AMMN. Selain itu, untuk ke eksposur renewable energy, MEDC juga memiliki PLT Geothermal yaitu PLTP Sarulla (Konsorsium Medco, Itochu Corp, Kyushu Electric Power, INPEX & Ormat Technologies) dan akan mengembangkan PLTS- Solar Panel melalui konsorsium Medco Panel Solar.

(mfd/dhf)

No more pages