Tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, fokus perhatian investor saat ini tertuju pada pertemuan kebijakan Federal Reserve dengan prediksi sekitar 40% peluang suku bunga acuan akan kembali dinaikkan pada bulan November atau Desember.
“Investor juga akan memantau sinyal yang berkaitan dengan tahun 2024 ketika Federal Reserve mungkin mulai memangkas suku bunga, langkah yang biasanya melonggarkan kondisi finansial dan memberi dorongan pada pasar saham,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Investor mempunyai ekspektasi bahwa Federal Open Market Committee (FOMC) akan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 5,25% - 5,5%. Hal ini terlihat di pasar derivatif di mana peluang The Fed menahan kenaikan suku bunga naik menjadi 99% pada hari Senin dari 92% pada minggu lalu.
Sejumlah data ekonomi AS yang terbit baru-baru ini juga memperlihatkan inflasi inti mulai melandai, dan pasar tenaga kerja mulai mendingin.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, menurut Anna Wong, Stuart Paul, dan Eliza Winger, ekonom Bloomberg, penahannya suku bunga pada pertemuan 19-20 September adalah suatu kepastian. Namun, data yang bercampur selama periode antar-pertemuan membuat langkah selanjutnya pada pertemuan 31 Oktober-1 November menjadi kurang jelas.
“Kami memperkirakan dot plot yang diperbarui yang dirilis minggu ini akan menunjukkan bahwa peserta FOMC secara median melihat satu kenaikan suku bunga lagi pada tahun 2023, namun ini akan menjadi keputusan yang sulit.”
Dari regional, transcript atau naskah dari pertemuan kebijakan Bank Sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) pada tanggal 5 September, memperlihatkan bahwa RBA mempertimbangkan kenaikan suku bunga sebesar 25 bps sebelum akhirnya memutuskan mempertahankan suku bunga acuan Cash Rate di 4,1% selama tiga bulan berturut-turut.
Para pejabat tinggi RBA menyesalkan lambatnya transmisi kebijakan moneter dan mencatat bahwa suku bunga yang lebih tinggi sudah mulai mendorong permintaan (Demand) untuk melakukan penyesuaian dengan penawaran (supply).
Namun demikian, RBA masih membuka lebar pintu untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut jika terbukti inflasi lebih sulit untuk turun. Untuk menilai hal tersebut, RBA akan dipandu oleh data-data ekonomi terkini dan bagaimana data-data tersebut merubah prospek ekonomi dan penilaian atas risiko.
Dari dalam negeri, angka penyaluran kredit baru oleh perbankan berhasil meningkat signifikan pada Agustus, dengan Saldo Bersih Tertimbang mencapai 86,2%.
"Faktor utama yang mempengaruhi penyaluran kredit baru tersebut antara lain permintaan pembiayaan dari nasabah, prospek kondisi moneter dan ekonomi ke depan, serta tingkat persaingan usaha dari bank lain," jelas Bank Indonesia.
Sementara itu, pembiayaan korporasi juga berhasil tumbuh positif, meski masih tercatat lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG menguat 0,6% ke 6.980 dan mampu menembus MA-20 dengan volume yang tidak begitu besar.
“Selama IHSG belum mampu menembus area resistance di 7.020, maka posisi IHSG masih rawan terkoreksi untuk membentuk awalan wave c dari wave (ii). Adapun target koreksi wave c diperkirakan akan menuju ke 6.737-6.846,” papar Herditya dalam risetnya pada Rabu (20/9/2023).
Herditya juga memberikan catatan, pada skenario terbaiknya, IHSG masih berpeluang menguat untuk menguji kembali 7.072, dimana IHSG akan mengalami ekstensi ke rentang area 7.025-7.037.
Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham berikut, ADHI, ENRG, INKP dan NSSS.
Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, IHSG berpotensi melanjutkan tren naik dan uji resistance potensial ke 7.000 pada hari ini.
“IHSG berpeluang uji resistance 7.000 di Rabu (20/9). MACD dan Stochastic RSI cenderung bergerak naik pasca membentuk golden cross. Meski demikian, potensi penguatan lanjutan tersebut dibayangi oleh penurunan volume transaksi di Selasa (19/9),” tulisnya.
Melihat hal tersebut, Phintraco merekomendasikan saham-saham ASII, MDKA, TLKM dan UNVR, juga pada saham potensial INDF, BTPS dan BBTN.
(fad/ggq)