Anton mengaku heran dengan platform dagang-el yang bisa menjual harga yang terlalu murah dan tidak masuk akal. Dirinya mencontohkan, gamis di tokonya dijual dengan harga Rp100 ribu, sementara terdapat penjual di platform dagang-el yang mampu menjual dengan harga Rp39-Rp49 ribu.
“Kalau kita beli bahan, kita produksi mandiri aja gabisa, ga masuk harganya, kenapa di online bisa Rp39 ribu? Dari modal ga masuk di akal. Kita beli bahan disini kan ada tuh di bawah, ga masuk di akal,” ujarnya.
Akibatnya, terdapat penurunan omzet yang sangat signifikan. Sebelum pandemi Covid-19 dan maraknya TikTok Shop, pihaknya bisa mendapatkan pendapatan hingga Rp20 juta sehari, namun saat ini Anton mengaku sangat kesulitan untuk mendapatkan pendapatan Rp2juta per hari.
Anggi (31) yang merupakan pedagang di lokasi yang sama juga mengeluhkan hal serupa. Menurutnya, banyak pedagang yang kehilangan omzet sebesar 80-90% karena platform dagang-el menjual barang dengan harga yang sangat murah.
“Para pedagang itu keluhkan omzet berkurang sampai 80-90%. Biasanya saya Rp 40-50 juta (sehari), sekarang Rp1 juta aja sulit. Laris satu potong aja susah sekali, buat makan aja itu gimana gitu,” ujarnya.
Padahal, Anggi juga sudah membanting harga agar barang dagangannya bisa dilirik oleh pembeli, namun upaya itu juga berujung sia-sia.
“Jadi pedagang di sini merasa, gimana ini kita udah banting harga sampai di obral-obral, tapi masih gak laris,” tutupnya.
(dov)