Logo Bloomberg Technoz

Untuk diketahui KAI merupakan lead consortium lewat entitas PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), dimana memiliki mayoritas saham di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Sisanya dimiliki konsorsium perusahaan perkeretaapian China melalui Beijing Yawan HSR Co.Ltd.

“Jadi ada implikasi dari cost overrun, dari sisi PMN yang sudah kita lakukan ke PT KAI sebagai ketua konsorsiumnya, dari pihak Indonesia, dan dari sisi pinjaman tambahan, nah pinjaman tambahan itu yang kemudian masuk di dalam tata laksana penjaminan yang kita berikan melalui PMK [Peraturan Menteri Keuangan],” tegas dia.

Untuk diketahui bahwa nilai proyek KCJB naik sebesar US$1,2 miliar, setara Rp17,9 triliun.  Nilai proyek itu saat pertama kali diiinisiasi pada 2015 sejatinya diperkirakan mencapai US$5,13 miliar. Alhasil proyek yang baru diujicoba ini membengkak menjadi US$ 7,27 miliar.

Dalam pelaksanaannya, PT KCIC menambah utang hingga US$560 juta pada China Development Bank untuk menutupi pembengkakan biaya. Jauh sebelum Permenkeu ini muncul, China telah lama mendesak Indonesia menjadikan APBN sebagai jaminan dari pembengkakan biaya tersebut. Akhirnya hal itu dipenuhi pemerintah Indonesia.

Permenkeu No. 89/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung ini ditetapkan pada 31 Agustus dan efektif berlaku 11 September.

Beleid tersebut mencantumkan, penjaminan pemerintah yang dimaksud adalah penjaminan yang diberikan untuk dan atas nama pemerintah oleh menteri keuangan baik secara langsung atau secara bersama dengan badan usaha penjaminan infrastruktur yang ditunjuk sebagai penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan dalam rangka percepatan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Sejatinya pemerintah Indonesia pernah bernegosiasi atas kenaikan biaya mega proyek Presiden Jokowi tersebut, namun gagal. China enggan menurunkan bunga pinjaman menjadi 2%, dari posisi terakhir 3,2%.

Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira dalam kesempatan sebelumnya mengingatkan ada risiko yang sangat berat apabila Indonesia tidak mampu melunasi utang proyek tersebut. 

Ekonom Senior Faisal Basri sudah menilai bahwa China tidak akan mau rugi atas KCJB, namun pada bagian lain konsorsium Indonesia bakalan 'megap-megap' membayar utang - dengan nilai proyek yang sudah melar.

(wep)

No more pages