Logo Bloomberg Technoz

Bagaimanapun, Luhut tetap menggarisbawahi pada satu titik Indonesia pasti akan meninggalkan batu bara beremisi tinggi sebagai sumber utama ketenagalistrikan. Terlebih, teknologi super untuk menurunkan emisi karbon sudah makin banyak.

“Itu pertama. Lalu kedua, dengan teknologi itu, kita bisa inject [emisi CO2] ke reservoir maupun saline ecofire. Jadi teknologi ini berkembang sangat pesat. Jadi saya melihat, bukan tidak mungkin batu bara itu menjadi masalah lagi, karena emisi karbonnya bisa ditangkap [dengan sistem CCS/CCUS],” terangnya. 

Dok. Adaro mineral


Pemerintah sebelumnya menjanjikan tidak akan mengizinkan pengembangan PLTU berbasis batu bara baru per 2030, meski menegaskan tidak akan mencabut subsidi energi fosil hanya demi misi transisi energi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan transisi energi akan dilakukan secara bertahap dan tidak serta-merta, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap pembangkit batu bara.

"Setelah 2030, diharapkan PLTU batu bara tidak akan dikembangkan lagi. Lalu, tambahan pembangkit setelah 2030 hanya dari energi terbarukan. PLTU batu bara terakhir akan berakhir pada 2058," ujarnya di acara Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023, Senin (18/9/2023).

Sebaliknya, Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan pembangunan PLTU batu bara yang disebut 'bridging' untuk transisi energi tersebut tidak akan menjamin terjadinya peralihan ke pembangkit energi terbarukan, sebagaimana diklaim oleh pemerintah.

"Apa investor ingin menutup PLTU batu bara ketika EBT-nya beroperasi? Jawabannya adalah sulit, karena biaya penutupan PLTU batu bara pastinya mahal. Isu yang dikhawatirkan PLTU batu bara justru akan memainkan peran yang dominan dalam kawasan industri hijau," tuturnya saat dihubungi, Senin (18/9/2023).

Dia menambahkan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) yang di-branding sebagai kawasan industri hijau, tetapi masih menggunakan pembangkit bertenaga fosil, sebenarnya cukup membingungkan bagi konsumen produk akhir seperti industri mobil listrik hingga calon investor.

"Kalau judulnya ‘kawasan hijau’ dan ingin memproduksi barang untuk mereduksi emisi karbon, maka seluruh rantai pasoknya harus hijau atau rendah karbon. Ada inkonsistensi di sini," katanya.

(wdh)

No more pages