Selain baja nirkarat, prioritas investasi penghiliran diarahkan untuk pengembangan industri baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). Dia mengeklaim nilai tambah akibat investasi baterai akan naik 67 kali lipat, sedangkan permintaan global untuk komoditas tersebut diproyeksi bernilai US$5,91 triliun pada 2045.
“Untuk pengembangan investasi industri baterai EV nasional, Presiden belum lama ini sudah meresmikan pembangunan industri baterai listrik terintegrasi,” kata Hasyim.
Lebih lanjut, dia memerinci pertumbuhan investasi sektor industri logam dasar, barang logam bukan mesin, serta peralatannya terus meningkat sejak 2020 hingga semester I-2023. Hal tersebut diklaim sebagai cermin keberhasilan program penghiliran sektor minerba.
Pada 2020, investasi penghiliran ditargetkan mencapai Rp817,2 triliun, tetapi hingga akhir tahun tersebut realisasinya mencapai Rp826,3 triliun. Untuk semester I-2023, invesstasi hilir telah terealisasi Rp678,7 triliun dari target sepanjang tahun ini sebanyak Rp1,4 kuadriliun.
Adapun, lima besar investasi asing yang masuk ke Indonesia pada paruh pertama tahun ini adalah Singapura, diikuti China, Hongn Kong, Jepang, dan Amerika Serikat (AS).
Investasi EBT
Selain untuk penghiliran industri, lanjut Hasyim, penanaman modal di Indonesia akan diarahkan untuk sektor-sektor yang berkaitan dengan transisi energi agar Indonesia dapat mencapai nol emisi karbon pada 2040, jauh sebelum target 2060.
“Kami telah menjembatani investor, khususnya terkait dengan inisiasi pengembangan proyek EBT [energi baru terbarukan] dengan melakukan koordinasi dan menghubungkan investor PT PLN beserta anak usahanya, Kementerian ESDM, serta kementerian dan lembaga lainnya,” jelas Hasyim.
Dia menyebut beberapa rencana investasi sektor EBT yang akan masuk meliputi pengembangan proyek energi bersih di Banten dan Kalimantan Timur. “Kami juga mulai mempersiapkan regulasi untuk mendorong penurunan emisi di Indonesia, khususnya di sektor swasta.”
(wdh)