Logo Bloomberg Technoz

Kedua, masifikasi instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) secara pada 2030 dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) pada 2037. Ketiga, optimasi pengembangan panas bumi hingga 22 GW.

Keempat, komersialisasi nuklir pada 2039 dan peningkatan kapasitasnya hingga 31 GW pada 2060. Kelima, pengembangan pump storage pada 2025 dan keenam, Battery Energy Storage System (BESS) pada 2034.

“Selain itu, pengembangan transisi energi secara bertahap dilakukan guna mendekarbonisasi sektor ketenagalistrikan dengan pengembangan pembangkit listrik energi terbarukan sebesar 20,9 GW hingga 2030 dan penghentian dini PLTU,” terangnya.

Di samping itu, sambung Arifin, ada pula konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) ke gas di 47 lokasi dengan kapasitas total 3.217 MW, program pembakaran biomassa yang dilaksanakan di 113 PLTU eksisting dengan total kapasitas 19 GW, serta penyediaan dana untuk pengeboran di 20 wilayah kerja panas bumi dengan potensi 683 MW guna mengurangi risiko tinggi di sektor panas bumi.

Menteri ESDM Arifin Tasrif. (Dok. ESDM)


Subsidi Energi Fosil

Di acara yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menggarisbawahi pemerintah tidak akan menganulir subsidi energi fosil ke nonfosil hanya demi mencapai target transisi dan bauran EBT dalam ketenagalistrikan di dalam negeri.

Dia menegaskan mengatakan prioritas utama pemerintah adalah menyediakan sumber energi yang terjangkau dan mudah diakses oleh rakyat.

Pada saat bersamaan, Indonesia juga memiliki target mencapai bauran EBT sebesar 23% pada 2025 dan mengikuti komitmen global untuk menuju emisi nol karbon pada 2060 atau lebih cepat.

“Kami tidak dalam posisi menggeser subsidi fosil ke nonfosil. Namun, kami akan mendorong supaya terjadi percepatan [bauran] EBT, salah satunya dengan menyediakan pentarifan yang menguntungkan dalam Perpres No. 112/2022,” ujarnya.

Perbandingan transisi pembangkit listrik di berbagai negara dunia./dok. Bloomberg


Sekadar catatan, Perpres No. 112/2022 mengatur tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Dadan mengatakan beleid tersebut menyatakan badan usaha yang melakukan pengembangan pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan EBT akan diberi insentif fiskal maupun nonfiskal.

“Pemerintah akan memberikan kompensasi jika harganya lebih mahal. Perpres itu sudah ada. Pemerintah akan memberikan kompensasi kalau harganya itu lebih mahal, tetapi per sekarang di beberapa lokasi terbalik kondisinya, sudah mulai bergeser ke arah tersebut, tetapi kan tidak semuanya. Tidak perlu khawatir untuk yang fosil tetap bahwa pemerintah memastikan tercukupi dan terjangkau," ujarnya.

(wdh)

No more pages