"Mengapa pemerintah memenangkan 150% dari target? Lebih pada memanfaatkan incoming bids (penawaran yang masuk) yang cukup bagus dengan yield yang masih masuk dalam owner estimated, di tengah kondisi ketidakpastian pasar," jelasnya pada Bloomberg Technoz, akhir pekan lalu.
Sebagaimana diketahui, dua BUMN karya yaitu PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) saat ini tengah menghadapi kemelut utang dengan nilai fantastis.
Waskita, misalnya, sampai semester I-2023 memiliki total kewajiban sebesar Rp84,31 triliun di mana sebesar Rp22,79 triliun adalah kewajiban jangka pendek. Dengan ekuitas cuma Rp12,01 triliun, beban kewajinan itu membuat Debt to Equity Ratio (DER) Waskita terbang tinggi hingga 701% atau 7 kali.
Sementara WIKA mencatat total kewajiban Rp56,7 triliun per semester I-2023 dengan nilai ekuitas Rp15,47 triliun, sehingga rasio utang BUMN ini hampir 4 kali.
Penjelasan terakhir dalam Rapat Kerja Kementerian Keuangan RI bersama Badan Anggaran DPR-RI, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, pemerintah memutuskan menambah nilai PMN kepada BUMN untuk 2024 yang mendapat persetujuan Panja A Badan Anggaran DPR-RI.
Sri Mulyani menyebut, PMN untuk BUMN tahun depan nilainya menjadi Rp30,7 triliun. Angka itu mencatat kenaikan signifikan hingga 65% dibanding nilai semula Rp18,6 triliun.
"Ada kenaikan sebesar Rp12,1 triliun, diperuntukkan untuk perusahaan pelat merah, yakni Hutama Karya (HK) Rp6,1 triliun dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) Rp6 triliun," jelas Sri Mulyani.
Tambahan PMN senilai Rp12,1 triliun kepada dua BUMN Karya itu, jelas Bendahara Negara, berasal dari cadangan pembiayaan investasi yang dialihkan ke PMN.
"Komposisinya saja yang berubah dalam pembahasan Panja A, tidak ada perubahan total yaitu Rp176,2 triliun. Namun, komposisi berubah dari cadangan pembiayaan dari Rp25,8 triliun dinaikkan menjadi PMN pada BUMN sebesar Rp12,1 triliun sehingga total PMN BUMN menjadi Rp30,7 triliun, sedangkan cadangan pembiayaan turun menjadi Rp 13,7 triliun," jelasnya.
(rui)