Dadan menambahkan pendanaan dari Jepang melalui AZEC berbeda dengan Just Energy Transition Partnership (JETP). Dalam kerangka JETP, Jepang mengucurkan pendanaan untuk penangkapan dan penyimpanan karbon (CCUS), tetapi tidak demikian halnya dalam kerangka AZEC.
Sekadar catatan, pendanaan transisi energi melalui AZEC disepakati Indonesia dan Jepang di sela KTT G20 di Bali tahun lalu.
Melalui inisiatif tersebut, Indonesia mendapatkan prioritas pertama pendanaan sebesar US$500 juta untuk mengimplementasikan program transisi energi dan memperluas kerja sama serta inisiatif dekarbonisasi publik-swasta.
Menurut catatan Kementerian ESDM, inisiatif AZEC didasari kedua negara meyakini bahwa Asia sebagai pusat pertumbuhan ekonomi global akan menjadi motor penggerak perekonomian dunia sekaligus model kerja sama dalam mewujudkan proses transisi energi yang rasional, berkelanjutan, dan berkeadilan dengan tetap mempertimbangkan kondisi nasional yang berbeda.
Kedua negara juga meyakini keamanan pasokan, keterjangkauan, dan people-oriented adalah kunci utama dalam proses transisi energi untuk mencapai tujuan Net Zero Emission yang memungkinkan Asia dapat memimpin proses transisi energi global tanpa mengorbankan pembangunan ekonomi.
Jepang dan Indonesia memiliki kepedulian yang sama bahwa energi dan ekonomi harus bekerja sama untuk mencapai kemakmuran dengan menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mengubah energi menuju netralitas karbon/emisi nol bersih.
Berdasar hal itu, kedua negara menyerukan kepada negara-negara Asia lainnya yang berpikiran sama untuk bergabung dalam inisiatif ini. Kedua negara percaya bahwa kerjasama dan kolaborasi dalam berbagi, mensinergikan pengalaman dan kapasitas dengan prinsip saling menguntungkan adalah kunci untuk mewujudkan konsep AZEC.
(krz/wdh)