Jika dibandingkan dengan nilai konsumsi TPT masyarakat pada tahun 2022 yang diperkirakan mencapai US$16 miliar, maka, kata dia, pangsa pasar barang impor ilegal mencapai 41%. Sehingga, Redma melanjutkan, 41% TPT yang dikonsumsi masyarakat adalah barang ilegal.
Hal ini dinilai sangat merugikan negara karena barang yang diimpor tidak membayar bea masuk dan pajak yang sesuai dengan peraturan. Alhasil, barang tekstil tersebut dijual dengan harga yang sangat murah di dalam negeri.
Redma menjelaskan, angka ekspor tekstil China ke Indonesia senilai US$6,5 miliar setara dengan 800 ribu ton atau sekitar 45% dari kapasitas produksi industri kecil dan menengah (IKM) garmen yang berorientasi pada pasar dalam negeri.
“800 ribu ton per tahun jika dilakukan oleh IKM mampu menyerap tenaga kerja sekitar 2,4 juta orang, belum lagi jika diperluas ke industri pembuatan kain, benang, fiber dan industri pendukung lainnya,” jelas Redma.
“Multiplier effect perekonomiannya sangat besar, selain pendapatan pemerintah dari sektor pajak, juga dari penggunaan listrik, pembayaran BPJS dan lain sebagainya,” tegasnya.
Redma meminta pemerintah segera mengambil tindakan tegas baik dari sisi impor maupun sisi impor dalam hal distribusi di pasar.
“Hal ini bertahun-tahun diabaikan, hingga saat ini kondisi industri TPT nasional sudah kronis, ada pula yang tutup,” ujarnya.
(dov/ain)