Logo Bloomberg Technoz

Ketika Presiden Xi Jinping menerapkan kontral keamanan untuk mengusir ancaman asing terhadap kekuasaan Partai Komunis, pesan Beijing kepada publik adalah mata-mata ada di mana-mana. Tidak hanya di universitas.

Kepolisian di provinsi Henan telah mendorong warga untuk mengajukan pertanyaan kepada tetangga yang mereka curigai terkait budaya pop. Hal ini dilakukan untuk memastikan patriotisme mereka. Sementara media pemerintah provinsi Shandong menerbitkan poster dengan tagline "mata-mata mungkin ada di sekitar Anda".

Dorongan ini muncul setelah Xi memimpin pertemuan Dewan Keamanan Nasional pada Mei. Kala itu dia menekankan pentingnya berpikir dalam "skenario kasus ekstrem". Sebuah ungkapan yang sebelumnya digunakan oleh partai berkuasa untuk menggambarkan kesiapsiagaan bencana alam.

Sejak saat itu, China telah mengesahkan undang-undang anti mata-mata yang baru. Pemerintah menuding perusahaan konsultan bekerja untuk badan intelijen luar negeri, dan memperingatkan pasukan asing sedang menyusup ke sektor energi.

Mungkin Xi punya alasan baik untuk menyatukan warga guna menghadapi ancaman bersama. China terjebak dalam pertarungan ideologis dengan AS yang membebani ekonominya, tepat ketika raksasa Asia ini memasuki masa perlambatan ekonomi yang berisiko memicu gelombang ketidakpuasan sosial lainnya. Tahun lalu, para mahasiswa memimpin protes nasional yang menuntut akhir dari kebijakan Covid Zero, juga, dalam beberapa kasus, penggulingan Xi.

“Di saat terjadi tekanan ekonomi, ada kekhawatiran yang cukup jelas di kalangan pimpinan tertinggi,” kata Katja Drinhausen, kepala program politik dan masyarakat di Mercator Institute for China Studies di Berlin.

“Menggunakan ketakutan kolektif sebagai cara untuk membangun kesatuan politik dan sosial adalah permainan yang sangat berbahaya.”

Badan Mata-Mata

Sejak Partai Komunis menyatukan badan intelijennya untuk mendirikan Kementerian Keamanan Negara (Ministry of State Security/MSS) pada 1980-an, organisasi tersebut tetap tersembunyi dari mata publik. Organisasi itu merupakan satu-satunya kementerian setingkat kabinet yang tidak memiliki situs resmi. Hingga baru-baru ini, satu-satunya platform publik yang dimilikinya adalah hot line untuk melaporkan aktivitas yang membahayakan keamanan nasional.

Hal ini berubah bulan lalu ketika kementerian tersebut bergabung dengan aplikasi media sosial China, WeChat. Sejak itu, hampir setiap hari, kementerian memposting upayanya untuk mengamankan keamanan nasional. Mereka juga memberi tahu murid sekolah dasar foto-foto apa yang tidak boleh mereka posting di media sosial. 

Pada Jumat, MSS mengatakan mencegah serangan siber akan "memerlukan upaya bersama seluruh masyarakat." Aktivitas ini datang dilakukan setelah direktur CIA William Burns mengatakan pada Juli bahwa badan tersebut telah membuat kemajuan dalam membangun kembali jaringan mata-matanya di China.

MSS sejak itu memberikan rincian tentang dua kasus pejabat China yang telah ditahan karena memberikan informasi kepada CIA. Ini merupakan langkah langka bagi sebuah lembaga yang tidak memberikan data tentang penangkapan-penangkapannya. Bahkan, MSS telah menyelidiki geopolitik, memperingatkan AS bahwa mereka harus menunjukkan "ketulusan" agar Xi dapat menghadiri pertemuan pemimpin ekonomi terkemuka dunia di California pada November. Di situ, dia dijadwalkan bertemu Presiden Joe Biden untuk pertama kalinya tahun ini.

"Peningkatan keterlihatan MSS tampaknya merupakan bagian dari upaya untuk menjadikan keamanan nasional sebagai prioritas utama dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Dengan mendorongnya untuk mengadopsi profil publik yang lebih mirip dengan lembaga-lembaga ekonomi," kata Neil Thomas, seorang peneliti politik China di Asia Society Policy Institute's Center for China Analysis.

Dampaknya adalah meningkatnya ketidakpercayaan di antara warga negara dalam sebuah negara. Revolusi Kebudayaan yang dipimpin oleh mantan pemimpin Mao Zedong adalah periode kekerasan ketika masyarakat didorong untuk melaporkan tanda-tanda sekecil apapun bahwa seorang teman, pasangan, atau orang tua mereka terkait dengan kekuatan yang berkonspirasi untuk menggulingkan Partai Komunis.

Pada bulan Juli, seorang karyawan China dilaporkan kepada polisi oleh rekan-rekannya, setelah gagal mengingat lirik dari lagu China populer di malam karaoke. Hal itu membangkitkan kecurigaan mereka.

“Dia ternyata adalah seorang, kamu-tahu-apa,” tulis salah satu pengguna yang mengenal kelompok tersebut di aplikasi media sosial Xiaohongshu, yang dinamai sesuai dengan Little Red Book Mao yang digunakan untuk memaksa penduduk negara tersebut untuk saling melaporkan. China menawarkan hingga 500.000 yuan atau setara Rp1 miliar kepada warga negara yang berhasil melaporkan mata-mata.

Postingan tersebut, yang belum dapat diverifikasi oleh Bloomberg, mendapat sekitar 16.000  tanda suka ketika pengguna dengan antusias bertukar tips untuk mengenali mata-mata. Bahkan, tidak mengetahui bahasa gaul yang populer selama siaran gala musim semi tahunan atau perangkat pemudah hafalan yang diajarkan dalam pelajaran matematika bisa menjadi tanda-tanda orang tersebut adalah mata-mata.

Kecurigaan yang Salah Tempat

Dorongan untuk membasmi mata-mata berisiko mengincar orang-orang yang tidak bersalah. Dalam postingan yang sudah dihapus di Xiaohongshu, seseorang meminta maaf setelah seorang agen asing yang dicurigai ternyata adalah seorang mahasiswa yang sedang mengambil foto untuk penelitian lapangan. Orang tersebut tidak memberikan tanggapan atas permintaan komentar dari Bloomberg.

Sebuah kewaspadaan berlebihan terhadap pengungkapan informasi sensitif semakin meningkat di tempat kerja. Menurut sumber, badan usaha milik negara bahkan menjalankan sesi pelatihan tentang rahasia negara. Lebih banyak dokumen yang ditandai sebagai rahasia negara, dan hanya dapat dilihat di kantor.

Pemerintah juga telah meluncurkan sebuah aplikasi untuk membantu anggota Partai Komunis dan pegawai pemerintah untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan mereka tentang penjagaan rahasia.

Obsesi terhadap keamanan nasional secara fundamental terkait dengan perlindungan masa depan Partai Komunis. Menteri Keamanan Negara Chen Yixin pada bulan Juli menulis bahwa keamanan nasional adalah tentang keamanan politik. "Inti dari keamanan politik adalah keamanan rezim," tambahnya.

Namun, dorongan ini juga menciptakan kecurigaan mendalam terhadap orang asing yang bertentangan dengan tujuan yang baru-baru ini diungkapkan oleh partai untuk menarik investor dan menghidupkan kembali sektor swasta. Orang asing melaporkan bahwa semakin sulit untuk bertemu dengan pejabat yang dulunya ramah, karena kecurigaan semakin meningkat.

Sheena Greitens, profesor di LBJ School of Public Affairs di UT-Austin, mengatakan mendorong warga untuk saling mengintai akan memiliki "dampak yang merugikan" pada tata kelola secara keseluruhan di China.

"Ini bisa mengarah pada pelaporan yang salah," katanya. "Hal itu dapat berdampak buruk bagi lembaga keamanan internal itu sendiri, karena artinya mereka bekerja dengan informasi yang semakin buruk."

--Dengan asistensi dari Colum Murphy dan Philip Glamann.

(bbn)

No more pages