Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Mata uang rupiah mencatat kinerja gemilang di awal tahun bahkan diprediksi akan mempertahankan penguatan sepanjang tahun ini. Sejak awal tahun, penguatan rupiah sudah mencapai 3% dan tercatat sebagai valuta terbaik di Asia. Jumat akhir pekan lalu, rupiah bertengger di kisaran Rp 15.134 per dolar AS. Para analis memprediksi, sepanjang tahun ini, otot rupiah bakal terus menguat hingga naik ke level Rp 14.200 per dolar AS atau menguat 9%. Bila itu terjadi, maka akan menjadi reli penguatan rupiah tertinggi tahunan sejak 2009 silam.

Analis valas dari Jefferies LLC New York Brad Bechtel, menilai, rupiah memiliki alasan yang cukup banyak untuk terus melanjutkan penguatan, ditambah sokongan dari harga komoditas dan sikap pragmatis bank sentral Bank Indonesia. Bechtel memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan bergerak ke Rp 14,250 dalam 6-12 bulan ke depan. 

“Kita mungkin akan melihat koreksi harga dolar AS yang lebih besar dalam waktu dekat. Itu akan menjadi peluang jual yang bagus untuk USD-IDR terutama jika kita kembali ke area 15.300,” jelasnya, seperti diberitakan oleh Bloomberg News, Senin (13/2/2023).

Berikut ini beberapa grafik yang menggambarkan posisi rupiah saat ini:

Nilai tukar rupiah diprediksi akan menguat ke kisaran Rp 14.250 per dolar AS dalam 6-12 bulan mendatang (Bloomberg)

Rupiah menjadi valuta terbaik di Asia untuk aksi carry trade ketika pembiayaan dilakukan melalui dolar AS, yen Jepang atau euro. Aksi carry trade yaitu ketika seorang investor meminjam sejumlah uang di negara dengan bunga rendah lalu meminjamkannya ke negara berbunga tinggi. Misalnya, investor meminjam sejumlah dana dalam yen Jepang yang bunganya rendah, lalu menukarkannya dalam mata uang dolar AS yang tingkat bunganya lebih tinggi dan menempatkannya dalam aset obligasi dengan asumsi obligasi tersebut memberikan yield lebih tinggi daripada biaya bunga di Jepang.

Yield atau tingkat imbal hasil obligasi Indonesia tercatat sebagai yang tertinggi di ASEAN (Bloomberg)

Aksi carry trade akan terus menjadi favorit menilik pamor obligasi rupiah akan menjadi buruan. “Korelasinya dengan dolar AS lebih kecil daripada mata uang sejenis seperti dolar Singapura atau baht Thailand,” jelas Galvin Chia, ahli strategi Natwest Market di Singapura.

Penguatan rupiah menghadapi dolar AS diperkirakan akan berlanjut hingga ke level 14.200 (Bloomberg)

Investor asing telah kembali ke pasar obligasi Indonesia pada akhir tahun lalu setelah menghindari pasar domestik selama 2022. Januari lalu, investor asing mencetak rekor pembelian obligasi global terbitan pemerintah senilai US$ 3,3 miliar, kendati sejauh ini kepemilikan asing baru 15% dari total penerbitan. Persentase itu masih jauh di bawah tingkat kepemilikan asing sebelum pandemi. 

Obligasi terbitan pemerintah Indonesia bertenor 10 tahun sejauh ini menjadi salah satu surat utang dengan imbal hasil tertinggi di kawasan Asia dan menjadikannya favorit di mata investor asing. Tingkat yield obligasi 10 tahun sekitar 1,3% di tengah penurunan tingkat inflasi. Inflasi tahun ini diperkirakan akan kembali ke target di kisaran 2%-4% dan BI juga mengisyaratkan berakhirnya pengetatan moneter.

Pemerintah telah merilis 3 seri global bond pada Januari lalu dan semuanya diserbu oleh investor. Tiga global bond itu antara lain, RI0128A bertenor 5 tahun senilai US$ 1 miliar dengan kupon 4,55%. Lalu, RI0133 bertenor 10 tahun, diterbitkan sebesar US$ 1,25 miliar, menawarkan kupon 4,85%. Kemudian, RI0153 dengan tenor 30 tahun menyerap US$ 750 juta dengan tawaran kupon 5,56%. 

Kepemilikan asing di pasar obligasi belum kembali ke level sebelum pandemi, terhenti di angka 15% (Bloomberg)

Indonesia juga mencatat surplus neraca perdagangan tertinggi di Asia terbantu kinerja ekspor komoditas yang melonjak termasuk minyak sawit mentah (CPO) dan nikel. Kendati berkah durian runtuh alias windfall komoditas akan menurun tahun ini, pemerintah memperkirakan surplus neraca perdagangan masih bisa tercapai di kisaran US$ 38,5 miliar, lebih tinggi daripada 2021. Angka itu tentu akan memperkuat otot rupiah.

Penguatan rupiah disokong salah satunya oleh kinerja neraca perdagangan yang mengesankan (Bloomberg)

Rupiah telah kembali menguat disusul langkah investor asing yang kembali memasuki pasar obligasi untuk mengurangi kerugian mereka selama dua tahun terakhir. Alan Lau, strategist di Maybank, menambahkan, pelemahan dolar dan aliran masuk dana asing ke pasar obligasi akan memperpanjang reli penguatan rupiah.

Dalam kesempatan terpisah melalui rilis. yang diterima oleh Bloomberg Technoz, Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk Faisal Rachman, menilai, otot rupiah berpeluang untuk tetap kuat di tengah ketidakpastian global. Beberapa faktor yang mendukung keperkasaan rupiah tahun ini di antaranya adalah terjaganya cadangan devisa di kisaran US$ 135 miliar hingga US$ 145 miliar sejurus dengan kinerja neraca perdagangan kendati harga komoditi mulai melemah.

Pembukaan lagi ekonomi China dan situasi Eropa yang lebih baik dari yang diperkirakan memberi angin segar pada kinerja ekspor. Begitu juga komitmen pemerintah mendorong hilirisasi komoditi dan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) bisa menjadi variabel penguat rupiah. Faisal memprediksi, nilai tukar rupiah menghadapi dolar AS akan berkisar Rp 15,285 pada akhir 2023, dengan pergerakan rata-rata di level Rp 15.220. Sedikit melemah dibandingkan rata-rata pergerakan pada 2022 yaitu di angka Rp 14.874 per dolar AS.

(bbn)

No more pages