Logo Bloomberg Technoz

Seorang juru bicara HSBC mengatakan bahwa sektor keuangan “memiliki tanggung jawab untuk mengkomunikasikan perannya dalam transisi rendah karbon.”

Perusahaan menegaskan pihaknya telah “membuat kemajuan, termasuk menerbitkan kebijakan energi yang telah diperbaharui dan memperluas pembiayaan dengan target emisi tertentu ke lebih banyak  sektor.”

Namun Guy Parker, kepala eksekutif ASA, mengatakan bahwa HSBC harus lebih jelas terhadap konsumen mengenai pendanaan bahan bakar fosilnya. Iklan tersebut dilarang tayang “bukan karena apa yang mereka katakan dalam iklan tersebut tidak benar melainkan karena apa yang tidak mereka katakan,” kata Parker kepada Bloomberg Green.

Selain HSBC, ASA sejak dua tahun lalu telah melarang tiga kampanye iklan bahan bakar fosil dengan alasan yang sama. Ini masih ditambah iklan dari berbagai perusahaan seperti Oatly untuk produk susu gandum, Unilever (deterjen), dan maskapai penerbangan Lufthansa.

ASA tidak sendirian. Secara global, para regulator mulai melawan greenwashing, atau praktik yang menyesatkan konsumen tentang sustainability. 

Otoritas Persaingan dan Pasar (Competition and Markets Authority/CMA) di Inggris sedang menyelidiki merek-merek fesyen ternama atas klaim ramah lingkungannya yang tidak jelas. 

Komisi Persaingan dan Konsumen Australia (the Australian Competition & Consumer Commission/ACCC) mencantumkan komunikasi keberlanjutan sebagai salah satu prioritas utamanya. Regulator di Italia mendenda sebuah sebuah perusahaan minyak €5 juta karena menyebut solar “ramah lingkungan”.

Pola greenwashing mengalami pertumbuhan di Amerika dan non-AS. (Dok: Bloomberg)

Komisi Perdagangan AS (the  US Federal Trade Commission/FTC) saat ini sedang memperbarui aturan terkait klaim berkelanjutan. FTC tahun lalu juga menindak Kohl's dan Walmart, dengan hukuman denda karena memasarkan kain rayon sebagai bambu. 

“Ini adalah momen penting dalam regulasi greenwashing, yang pada dasarnya karena belum pernah ada sebelumnya. Jika kamu melihat di seluruh peraturan, dari Inggris ke Uni Eropa hingga AS, bahkan di tempat lain di Asia, kamu akan melihat dengan jelas bahwa legislator dan regulator sedang melakukan sesuatu tentang hal ini dan ingin terlihat melakukan sesuatu tentang hal ini,” kata  Jonathan White, pengacara ClientEarth, sebuah lembaga hukum dan charity bidang lingkungan

Banyaknya lembaga yang menangani greenwashing menunjukkan ambiguitas dan luasnya cakupan atas isu ini.

Klaim keberlanjutan yang meragukan dapat ditemukan pada sejumlah iklan TV, media cetak, online, deskripsi produk, juga pada kemasan—yang tidak semuanya diatur badan yang sama. 

Ada juga bukti bahwa prevalensi klaim ramah lingkungan yang  semakin meningkat. Studi tahun 2014 oleh Komisi Eropa menemukan bahwa 76% produk non-makanan memiliki klaim lingkungan, baik implisit maupun eksplisit.

Menurut laporan dari lembaga riset konsumen Inggris, Mintel, 46% brand kecantikan dan higienitas memiliki klaim lingkungan atau etika pada tahun 2019, naik dari 27% pada tahun 2015.

Pada studi lain dari Pusat Penelitian Kebijakan Konsumen Australia ( Consumer Policy Research Centre/CPRC) menemukan bahwa seorang konsumen di Australia dapat melihat 122 klaim ramah lingkungan dalam periode 24 jam. Kurang dari sepertiganya memiliki verifikasi atau rincian yang memungkinkan seseorang menilai keakuratannya.

Banyaknya klaim “green” menjadi cermin meningkatnya perhatian konsumen: Dalam sebuah survei belum lama ini, 68% orang AS mengatakan bahwa mereka akan memilih produk yang lebih ramah lingkungan meskipun harganya lebih mahal.

Pola ini menghadirkan peluang besar bagi para pengiklan, dan tantangan besar bagi para regulator —yang tak selalu memiliki mekanisme menolak klaim dengan alasan sepenuhnya lengkap. 

Petunjuk suhu panas akibat aktivitas gelombang panas di Portland, Oregon, Juni 2021. (Dok: Bloomberg)

Di Australia, sebagau contoh, melarang perusahaan untuk menipu konsumen, dan terlibat dalam “perilaku yang tidak masuk akal”. Namun Erin Turner, kepala eksekutif CPRC, mengatakan bahwa banyak klaim iklan yang tidak memenuhi standar setinggi itu.

Banyak iklan yang cenderung tidak jelas, atau menampilkan sedikit kebenaran. Satu perusahaan, misalnya, mengklaim "Freezer kami lebih ramah lingkungan" dalam sebuah iklan, yang menimbulkan pertanyaan: bagaimana bisa?

“Bagi saya, regulator Australia ingin menggunakan kekuasaan mereka hingga batas maksimal dalam hal greenwashing. Namun, kekuasaan yang dimiliki oleh regulator tidak akan sepenuhnya mengatasi masalah ini,” jelas Turner.

Turner memberi gambaran greenwashing sebagai praktik perdagangan tidak adil dan menimbulkan kerugian —kecil namun berulang-ulang— pada populasi pelanggan yang luas. Greenwashing saat ini belum dapat diatasi oleh aturan hukum setempat.

Di Hong Kong, beberapa peraturan greenwashing yang paling sukses berfokus pada klaim efisiensi energi. Dewan Konsumen Hong Kong (Hong Kong Consumer Council/HKCC) melakukan pengujian dan menemukan bahwa dehumidifiers tertentu kurang efisien dibandingkan atas  klaim saat digunakan dengan filter HEPA. dehumidifiers tersebut akhirnya ditarik oleh pemerintah.

Di AS, kasus-kasus FTC berfokus pada bahan dan sifat produk - misalnya rayon yang dilabeli sebagai bambu, atau cat yang dijual sebagai “bebas emisi.”

“Ketika kita melihat ke luar negeri, ada beberapa hal yang dapat kita pelajari. Langkahnya harus selaras dan tidak bisa diperlambat, bahkan harus dipercepat, untuk menyerang semua jenis klaim ini,”  kata Chief Executive Officer (CEO) HKCC, Gilly Wong, yang mengutip FTC’s Green Guides AS dan  CMA’s Green Claims Code Inggris.

Saat Inggris menerapkan aturan, AS justru beberapa klaim ramah lingkungan diteliti melalui tindakan hukum. Pada Juni, Multnomah County, Oregon, menggugat beberapa perusahaan minyak atas heat dome tahun 2021.  Kota New York dan negara bagian Connecticut juga mengajukan gugatan terhadap perusahaan-perusahaan minyak karena menyesatkan publik mengenai dampak bahan bakar fosil terhadap perubahan iklim. 

“Regulator di Eropa jauh lebih aktif, sedangkan siklus penegakan hukum melalui proses pengadilan lebih menentukan apakah tingkat perhatian yang sama akan muncul di Amerika," ujar Danny Cullenward, peneliti senior Kleinman Center for Energy Policy, dari University of Pennsylvania.

“Terdapat tanda-tanda, termasuk nasihat klien publik dari firma hukum kepada perusahaan-perusahaan besar, bahwa para pengacara AS dengan bayaran tinggi melihat hal ini akan terjadi.”

Grantham Institute di Inggris mengidentifikasi 26 kasus “pencucian iklim” secara global pada tahun 2022, dibandingkan dengan kurang dari 10 kasus pada tahun 2020.

Meskipun AS mendominasi, negara-negara lain juga membawa para pelaku pencucian iklim ke pengadilan. Sebuah perusahaan Jerman digugat pada tahun 2020 karena menggambarkan selai buahnya sebagai “netral iklim”. Sementara tahun lalu seorang hakim di Belanda memutuskan Chiquita tidak dapat menyebut pisang mereka netral iklim.

Di Amerika, sebuah pengaduan yang diajukan ke Komisi Sekuritas dan Bursa (Securities and Exchange Commission/SEC) bulan Februari oleh Global Witness. Mereka menuduh Shell melebih-lebihkan investasinya di bidang energi terbarukan, yang dibantah oleh perusahaan.

Laporan Grantham Institute juga mengidentifikasi tantangan hukum terhadap “greenwashing yang disponsori oleh negara.” Salah satu gugatan yang diajukan oleh sebuah lembaga think tank asal Australia, mengklaim bahwa sertifikasi “Climate Active” dengan didukung oleh pemerintah, menyesatkan dan diterapkan terlalu luas.

Pola penertiban greenwashing tetap memiliki keterbatasan atas menjamurnya klaim keberlanjutan. Litigasi pada dasarnya bersifat reaktif, dan tidak selalu mencegah pelanggaran di masa depan. Hal yang sama berlaku untuk pelarangan iklan; proses lambat yang tidak menghentikan perusahaan minyak dan gas untuk terus berkampanye. 

Sementara itu, FTC memiliki prioritas yang berbeda. FTC bertanggung jawab atas perlindungan konsumen dan antimonopoli, termasuk kasus-kasus terkenal melawan perusahaan teknologi besar.

“Saya khawatir bahkan dengan pembaruan yang kuat pada Panduan Hijau, masih ada kesenjangan dalam hal penegakan hukum. Hal ini membutuhkan personil, prioritas dan dorongan dari para pembuat kebijakan senior,” jelas Cullenward. 

Dalam beberapa kasus, keterbatasan ini berkaitan dengan banyaknya variasi produk dan klaim ramah lingkungan. Mengidentifikasi produk pembersih yang berkelanjutan, misalnya, mungkin melibatkan evaluasi klaim tentang emisi, penggunaan plastik, limbah air, dan daur ulang kemasan.

Aktivitas greenwashing juga berbeda dengan perlindungan konsumen tradisional, seperti klaim sesat kesehatan, karena lebih fokus pada kerusakan alam daripada kerusakan konsumen. 

“Undang-undang perlindungan konsumen hanya berlaku sejauh ini karena pada akhirnya bertujuan untuk melindungi pilihan konsumen yang bebas dan terinformasi, mereka tidak bertujuan untuk melindungi generasi mendatang,” papar White di ClientEarth

—Dengan asistensi Tiffany Tsoi dan Katharine Gemmell.

(bbn)

No more pages