Rasanya pelaku pasar mulai sadar, tidak lagi terlena oleh perlambatan laju kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed). Konsensus analis yang dihimpun Bloomberg memperkirakan The Fed masih menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi tahun ini, meski minim yakni masing-masing 25 basis poin (bps).
Setelah itu, AS akan mencapai posisi puncak suku bunga atau terminal rate. Setelah itu suku bunga akan ditahan untuk beberapa waktu.
Namun patut dicatat bahwa walau tidak ada kenaikan lagi usai terminal rate, tetapi suku bunga bertahan di level tinggi. Inilah yang sering ditegaskan oleh Ketua The Fed Jerome Powell, suku bunga akan bertahan tinggi untuk waktu yang cukup lama (higher-for-longer).
Saat suku bunga di Negeri Paman Sam masih tinggi, maka imbalan investasi untuk aset-aset berbasis dolar AS (terutama instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) akan ikut naik.
Pada pukul 12:55 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun ada di 3,732%. Sudah berada di atas rerata ytd yang sebesar 3,5606%.
Saat investor memburu aset-aset berbasis dolar AS, maka permintaan terhadap mata uang ini akan bertambah. Ketika permintaan dolar AS bertambah, tidak heran nilai tukarnya menguat.
Sayangnya, ini bukan kabar baik buat emas. Harga emas dan dolar AS punya hubungan berbanding terbalik. Saat dolar AS menguat, maka harga emas cenderung bergerak sebaliknya.
Ini karena emas adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Apresiasi dolar AS akan membuat emas menjadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas pun turun sehingga harga mengikuti.
(aji/roy)