Banyak perusahaan yang menerapkan hybrid working dengan pembagian 3 atau 2 hari WFH dan selebihnya WFO. Bahkan masih ada yang menerapkan 5 hari kerja WFH meski kuantitasnya tidak banyak.
Tren 'hasil' adaptasi pandemi itu, menurut Bagus, akan berlanjut ke depan. Bisnis perkantoran masih akan ramai dan bangkit pasca pandemi, akan tetapi kebutuhan terhadap ruang kantor yang luas mungkin mengalami pergeseran akibat penerapan hybrid working.
"Untuk apa menyewa ruang kantor 1.000 meter persegi bila yang terpakai hanya setengah, misalnya seperti itu. Jadi, downsizing ruang kantor masih akan terjadi ke depan," katanya.
Tren memperkecil ukuran kantor yang diperkirakan masih berlanjut di tengah pasokan ruang kantor yang melampaui permintaan (oversupply), otomatis membuat tarif sewa gedung perkantoran menurun.
Colliers mencatat, pada kuartal II-2023, rata-rata harga sewa dasar gedung perkantoran di kawasan Central Business District (CBD) yang terdiri atas perkantoran di Sudirman, Thamrin, Rasuna Said, Mega Kuningan, Gatot Subroto dan Satrio, tercatat di kisaran Rp197.454-Rp273.882. Kisaran itu masih jauh lebih rendah dibandingkan sebelum masa pandemi pada 2019 yang berada di antara Rp215.704-Rp294.415.
Penurunan tarif sewa terdalam dicatat oleh perkantoran di kawasan Gatot Subroto yang anjlok 20% dibanding rerata tarif sebelum pandemi, disusul kawasan Satrio yang turun 16,5% dan Thamrin dengan penurunan tarif sewa perkantoran hingga 15,8%.
Sementara tarif sewa perkantoran di kawasan Mega Kuningan mencatat penurunan terkecil, hanya 0,3% dibandingkan level harga sewa sebelum pandemi. Bila mengacu pada tingkatan gedung, gedung perkantoran Grade A mencatat penurunan harga sewa terdalam hingga 16,61% dibandingkan masa sebelum pandemi.
Tingkat hunian atau okupansi perkantoran terlihat belum pulih. Kawasan Thamrin misalnya, mencatat tingkat okupansi di angka 70,6%, masih jauh di bawah masa prapandemi yang mencapai 91,5%. Begitu juga kawasan Mega Kuningan yang okupansinya anjlok tajam dari 75,1% menjadi 63,8% pada kuartal II-2023.
Walau bila dibandingkan kuartal I-2023, tingkat okupansi perkantoran terlihat ada pergerakan naik sekitar 1,7% di kawasan CBD ke angka 73,7%. Sedangkan di luar CBD, juga tercatat stabil dengan occupancy rate sebesar 73% sampai akhir Juni lalu.
Colliers menilai, para pemilik gedung perlu lebih akomodatif melihat tren baru saat ini di mana hybrid working masih banyak dijalankan.
"Pasar perkantoran saat ini masih menguntungkan bagi para penyewa. Di masa seperti ini, pemilik gedung dipaksa untuk tetap akomodatif, fleksibel dan terus menawarkan paket yang kompetitif untuk mengamankan transaksi," saran konsultan.
Penurunan harga sewa kemungkinan masih akan berlanjut hingga 2025 dengan tidak adanya lagi tambahan pasokan gedung baru.
"Perkiraan saya, 2026 akan bounce back namun belum akan normal. Tren downsizing ruangan kantor masih akan ada meski tidak akan sebanyak sebelumnya, misalnya dengan 4 hari WFO dan 1 hari WFH itu tidak akan terlalu mendorong pengecilan kebutuhan ukuran kantor. Benar-benar akan kembali seperti masa prapandemi kemungkinan mulai 2027 nanti," jelas Bagus.
Saat ini masih ada pembangunan yang berjalan yang akan menambah pasokan kantor yaitu Thamrin Nine, dengan luas ruangan 51.000 meter persegi untuk disewakan, menurut catatan Colliers. Lalu pada 2025 akan ada pasokan baru Indonesia-1 North Tower dan Indonesia-2 North Tower dengan total luas kantor yang disewakan maupun dijual lebih dari 140.000 meter persegi.
Sementara menurut konsultan properti Knight Frank, tren hybrid working masih menjadi workstyle yang banyak dipilih saat ini.
"Menurut publikasi Knight Frank Asia Pasifik bertajuk (Y)OUR SPACE, disebutkan bahwa pada 2023 ini workstyle will be more complex, yet more office-centric. Sementara itu, dari 400 responden menyebut, hybrid working menjadi pilihan bagi 56% office stakeholder di Asia Pasifik. Namun, pada operasional, hybrid working tidak secara langsung berpengaruh terhadap okupansi di gedung perkantoran karena umumnya sewa ruang perkantoran dilakukan pada periode jangka panjang," jelas Syarifah Syaukat, Senior Research Advisor Knight Frank.
Pada semester I-2023, menurut Jakarta Property Highlight, demikian disebut Syarifah, penurunan okupansi perkantoran di kawasan CBD Jakarta lebih karena masuknya dua gedung perkantoran baru yang menambah pasokan gedung di kawasan bisnis Jakarta.
"Hingga 2025, Jakarta masih akan mendapatkan tiga gedung perkantoran baru yang 28% merupakan green building yang juga menjadi respon pengelola terhadap perilaku pasca pandemi," jelas Syarifah.
(rui/aji)