Gubernur the Fed Jerome Powell, mengatakan pada akhir Agustus lalu dalam konferensi Fed di Jackson Hole, Wyoming, bahwa inflasi masih terlalu tinggi, dan bank sentral siap untuk melakukan pengetatan lebih jika diperlukan.
Federal Open Market Committee (FOMC) telah menaikkan suku bunganya pada bulan Juli menjadi kisaran 5,25% hingga 5,5%, yang merupakan level tertinggi dalam 22 tahun, dan proyeksi terbaru adalah satu kenaikan suku bunga lagi pada tahun 2023.
“FOMC tidak mungkin akan mengumumkan kemenangan hingga mereka melihat bukti lebih lanjut tentang perbaikan menuju target 2%. Mereka akan tetap terbuka untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut, jika diperlukan,” kata Rubeela Farooqi, ekono di High Frequency Economics.
Imbal hasil obligasi AS turun sedikit setelah laporan ini, yang mencerminkan bahwa laporan itu tidak banyak mengubah pandangan investor tentang jalur suku bunga the Fed secara signifikan.
"Kami berpikir the Fed kemungkinan akan melihat peningkatan harga energi dengan enteng, tetapi tidak jelas apakah mereka akan melakukannya untuk kenaikan harga jasa transportasi. Baseline kami masih pada the Fed menjaga suku bunga tetap setelah September, tetapi risiko kenaikan suku bunga pada bulan November telah meningkat,” kata Anna Wong dan Stuart Paul, ekonom Bloomberg.
Meskipun inflasi inti dapat lebih rendah pada bulan September, "Saya tetap berpikir bahwa kita akan melihat peningkatan dalam tingkat inti pada kuartal keempat yang bisa membuat The Fed memutuskan untuk melakukan kenaikan suku bunga lagi pada pertemuan Desember," kata Omair Sharif, presiden Inflation Insights LLC.
Bank sentral juga kini mungkin khawatir dengan lonjakan harga energi yang meningkatkan ekspektasi inflasi dan dianggap sebagai kunci untuk outlook inflasi. Harga minyak West Texas Intermediate naik pada Selasa ke level tertinggi sejak 11 November, karena data OPEC menunjukkan pasar global menghadapi kekurangan pasokan sebesar 3 juta barel per hari pada kuartal berikutnya.
(bbn)