Emas dan dolar AS memiliki hubungan yang berbanding terbalik. Saat dolar AS terapresiasi, emas biasanya tertekan.
Ini karena emas adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Penguatan dolar AS akan membuat emas jadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas akan berkurang, dan harga pun mengikuti.
Inflasi AS Meninggi
Terbaru, sentimen positif bagi dolar AS adalah rilis data inflasi. Pada Agustus, inflasi Negeri Adidaya tercatat 3,7% year-on-year (yoy). Lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 3,2% dan juga ekspektasi pasar yaitu 3,6%.
“Ini bukan angka ideal yang diharapkan pasar. Inflasi yang bertahan di level tinggi akan membuat Fed (Federal Reserve, bank sentral AS) masih akan ‘bermain’,” kata Chris Zaccarelli, Chief Investment Officer di Advisor Alliance, seperti dikutip dari Bloomberg News.
Ya, inflasi yang masih ‘bandel’ akan membuat Ketua Jerome Powell dan sejawat sulit untuk melakukan pivot, membalik arah kebijakan moneter dari ketat menjadi longgar. Oleh karena itu, susah berharap suku bunga acuan bakal turun dalam waktu dekat.
Sentimen suku bunga tinggi membuat dolar AS diuntungkan. Namun tidak bagi emas.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dalam perspektif (time frame) harian, harga emas masih dalam posisi bearish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 41,46.
Skor RSI di bawah 50 menunjukkan suatu aset berada di zona bearish.
Saat ini, harga emas sepertinya sedang menguji titik support US$ 1.882/ons. Perlu dicatat bahwa ini adalah support yang kuat, sehingga saat tertembus akan membuat harga emas mampu rebound.
Resisten terdekat ada di US$ 1.908,84/ons. Apabila tertembus, maka ada ruang untuk naik menuju US%+$ 1.910,06/ons.
(aji)