"Memang harus ada pemikiran ke situ, supaya masyarakat juga kalau pakai kendaraannya harus yang [rendah emisi]. Program Pertamina kemudian ke depannya, kita harus mikirin untuk memakai [BBM] yang lebih bersih lah. Nah sekarang kan ada 40% yang tidak memenuhi standar emisi ya," jelasnya.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati pada akhir Agustus mengatakan alasan di balik rencana perseroan 'menghapus' Pertalite pada 2024, dan menggantinya dengan bauran bioetanol 7% alias Pertamax Green 92.
Rencana tersebut merupakan perpanjangan dari strategi Pertamina setelah meluncurkan Pertamax Green 95 belum lama ini. Peluncuran terbatas Pertamax Green 95, kata Nicke, dilatarbelakangi oleh keinginan perseroan untuk mendukung target pemerintah mencapai emisi nol karbon pada 2060.
Rencana konversi Pertalite menjadi Pertamax Green 92 pun menuai kontroversi lantaran berbagai kalangan menilai hal itu belum urgen dan berisiko membebani anggaran subsidi BBM negara.
Namun, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meluruskan bahwa pemerintah belum berencana menghapus BBM bersubsidi jenis Pertalite pada 2024.
Dia menjelaskan sebenarnya perusahaan tambang dan minyak milik negara itu mengusulkan skema agar penggunaan bensin dapat lebih efisien dan ramah lingkungan, salah satunya dengan mengkaji produksi Pertamax Green 92.
“Enggak. Semua pembicaraannya dibentuk media, katanya Pertalite akan dihapus. Tidak pernah ada statement itu. Enggak ada, yang ngomong siapa?” ujarnya usai acara Tumbuh Bersama, Bisa Tumbuh di Tangerang, Kamis (7/9/2023).
Erick mengatakan rencana bauran bensin Pertamina dengan bahan bakar nabati berbasis tebu atau bioentanol memang menjadi salah satu hal yang tengah dikaji perseroan. Namun, hal tersebut tidak serta-merta berarti Pertalite akan dihapuskan pada tahun depan.
Di tempat terpisah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengakui pemerintah memang tengah membahas wacana 'penghapusan' Pertalite, sejalan dengan upaya mengatasi masalah polusi udara belakangan ini.
"Nanti kita lakukan semua itu. Sekarang lagi dihitung ini kan, karena ini kan masalah polusi juga. Jadi kita mau [bahan bakar minyak/BBM bauran] etanol berapa persen, supaya oktannya naik, supaya sulfurnya kurang," ujarnya ditemui di sela acara Bloomberg CEO Forum di Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Luhut menilai penyebab terbesar polusi udara –khususnya di DKI Jakarta dan seitarnya– berasal dari transportasi kendaraan bermotor, dibuktikan dengan banyaknya kendaraan yang tidak lulus uji emisi.
"Jadi hasil pengetesan di lapangan sekarang 37% sepeda motor tidak lulus uji emisi. Nah jadi sekarang kita mau perbaikan dahulu bahan bakarnya. Jadi itu semua kita lakukan secara terukur," tuturnya.
Terkait dengan kemungkinan besaran harga Pertalite setelah dikonversi menjadi Pertamax Green 92, Luhut mengatakan pemerintah berupaya untuk meminimalisasinya agar tidak menjadi beban masyarakat.
"Ya kita akan tetap lihat agar rakyat itu jangan terbebani, itu kuncinya," tegas Luhut.
(ibn/wdh)