Namun, berbeda dengan Pomalaa, smelter Bahadopi menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) tetapi diklai ramah lingkungan. Fasilitas ini dibangun dengan menggandeng Xinhai dan Tisco -anak usaha raksasa baja China, Baowu- dan dirancang untuk memproduksi 70—80 kiloton nikel.
Pabrik ini murni tidak menggunakan batu bara dan diklaim sebagai smelter rendah karbon terbesar kedua setelah Sorowako. Produksi dari fasilitas itu bakal digunakan untuk menunjang industri baja nirkarat, sedangkan konstruksi pabrik ditargetkan rampung sekitar 2024—2025.
Adapun, satu proyek smelter baru milik Vale lainnya adalah pabrik pengolahan berbasis HPAL di Sorowako yang merupakan hasil patungan dengan Zhejiang Huayou Cobalt Co. Ltd. berkapasitas produksi 60.000 ton nikel dalam format MHP.
Fasilitas ini ditujukan untuk menunjang industri baterai dan kendaraan listrik dan akan mulai konstruksi akhir 2023.
“Total untuk semua tiga proyek smelter itu sekitar US$9 miliar. [...] Untuk Sorowako, mudah-mudahan tahun ini [rampung], tetapi kami sudah tanda tangan kesepakatan binding dengan partner [Huayou]. Rencana tahun ini, mudah-mudahan bisa kita lakukan,” tuturnya.
(wdh)