Laju kelahiran di negara-negara maju menyusut karena para orang tua menunda untuk memulai keluarga dan biaya perumahan serta perawatan anak meningkat ke level yang memberatkan. Adapun mereka yang menolak untuk memiliki anak sebagai protes terhadap kerusakan yang dilakukan manusia terhadap planet ini.
Para ekonom memperingatkan bahwa keuangan publik akan menjadi tidak berkelanjutan ketika angkatan kerja menyusut dibandingkan dengan populasi pensiunan, sebab angkatan kerja yang lebih kecil menghasilkan lebih sedikit penerimaan negara untuk mendanai kesehatan publik dan pensiunan.
Dalam perkiraan OBR yang disiapkan oleh Miles pada bulan Juli, lembaga pengawas fiskal pemerintah Inggris mengonfirmasi pandangan tersebut. Mereka mengatakan bahwa laju kelahiran yang lebih rendah dan harapan hidup yang lebih lama akan mengakibatkan defisit anggaran sebesar 250 miliar poundsterling (Rp4.799 triliun) pada pertengahan tahun 2070-an.
Kualitas Hidup
Dalam makalahnya untuk "Journal of the Economics of Ageing” itu, Miles mengakui adanya beban fiskal yang ditimbulkan oleh penuaan populasi. Namun, ia mengatakan analisis standar tentang manfaat dari populasi yang berkembang tidak memasukkan biaya pembangunan rumah baru, sekolah, jalan, dan investasi publik dan swasta lainnya untuk memenuhi kebutuhan di masa depan.
Akibatnya, ada pandangan berbeda ketika berbicara tentang standar hidup yang dialami oleh rumah tangga. Ketika populasi mengalami penurunan, investasi negara yang diperlukan lebih sedikit dan upah riil dapat tumbuh lebih cepat. "Kualitas hidup bisa jauh lebih tinggi dengan populasi yang lebih kecil," kata Miles. Ia menambahkan bahwa konsumsi adalah "ukuran kepuasan yang lebih baik dan lebih langsung" daripada PDB atau PDB per kapita.
Jika pemerintah tidak berinvestasi, maka "posisi fiskal dapat membaik dengan pertumbuhan populasi yang cepat sementara kualitas hidup dapat menurun." Miles mengatakan itu sudah terlihat terjadi di Inggris.
Inggris, menurut Miles, tidak secara kolektif berinvestasi untuk menjaga aset modalnya, seperti sekolah, jaringan kereta api, jalan-jalan.
Salah satu negara yang mengalami penurunan populasi adalah Jepang, yang populasi penduduknya telah menyusut sebanyak 4 juta menjadi 124 juta sejak tahun 2010. Sampai saat ini, proses ini telah berjalan tanpa dampak yang berarti.
PDB per orang telah meningkat sebesar 0,8% per tahun rata-rata, menurut data Bank Dunia, mirip dengan Prancis di mana populasi telah bertambah. Utang bersih terhadap PDB dalam dekade sebelum pandemi tumbuh lebih lambat daripada ketika populasi masih berkembang, menurut Dana Moneter Internasional (IMF).
Miles mengatakan tren sosial membuat penurunan populasi tak terhindarkan di banyak negara kaya. Selain meningkatkan standar hidup, manfaat dari populasi yang lebih kecil dapat berupa pengurangan "kemacetan dan polusi, lebih banyak ruang, perumahan yang lebih murah, dan lebih sedikit orang yang menciptakan kerusakan lingkungan," katanya.
(bbn)