Logo Bloomberg Technoz

Mengacu website BP, SPBU yang beroperasi di kawasan Jabodetabek dan Jawa Timur itu kini hanya menyediakan tiga jenis BBM. Yaitu BP 92 dengan RON 92 mulai 5 September lalu dibanderol seharga Rp13.990/liter. Sementara BP Ultimate yang memiliki RON 95, dijual seharga Rp15.650/liter. Lalu, BP Diesel dijual di harga Rp16.350/liter. BP 90 yang memiliki Research Octane Number 90 setara BBM Pertamina jenis Pertalite, tidak lagi dijual. 

Sebelumnya, SPBU Shell juga tidak lagi menyediakan BBM RON 90. Harga BBM termurah yang dijual oleh perusahaan migas yang berkantor pusat di Belanda itu adalah Shell Super yang memiliki RON 92, setara dengan Pertamax. Harganya juga baru naik awal bulan ini di kisaran Rp14.760-Rp14.990/liter. 

Praktis, tinggal Pertamina dan VIVO yang menyediakan BBM dengan harga lebih murah untuk kendaraan bermotor. Pertamina dengan BBM bersubsidi jenis Pertalite yang harganya dipatok pemerintah di Rp10.000/liter dan Revvo 90 yang dijual SPBU Vivo yang dibanderol Rp11.300/liter.

Beban Transaksi Berjalan

Harga minyak yang terus mendaki naik mengancam neraca pembayaran dan kekuatan nilai tukar rupiah. Posisi Indonesia yang sejauh ini masih sebagai net importir minyak membuat RI rentan dengan naik turun harga si emas hitam. 

Mengacu data Badan Pusat Statistik, impor migas RI pada Juli lalu melonjak 41% secara bulanan menembus US$ 3,13 miliar. Sementara nilai ekspor migas menurun 2,61% menjadi US$ 1,22 miliar.

Alhasil, pada kuartal II-2023, neraca migas Indonesia membukukan defisit US$ 4,33 miliar, menurut laporan Bank Indonesia. Angka itu lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang minus US$ 3,98 miliar.

Neraca migas yang defisit membebani transaksi berjalan RI di mana pada kuartal II lalu bergerak defisit US$ 1,9 miliar, defisit pertama sejak I-2021. Defisit transaksi berjalan terjadi bersamaan dengan defisit transaksi modal dan finansial, menyeret kinerja neraca pembayaran Indonesia pada kuartal II lalu membukukan defisit terbesar sejak kuartal I-2020 dengan nilai minus US$ 7,4 miliar.

Menurut analis, dengan prospek harga minyak yang terus mendidih, Indonesia dinilai tidak memiliki opsi selain memacu produksi siap jual (lifting) minyak guna menghindari risiko kenaikan harga BBM dan beban anggaran subsidi energi akibat reli penguatan harga minyak dunia.

“Pengeboran di Blok Rokan itu harus didorong terus. Lalu, di Blok Mahakam juga. Sudah dikasih ke Pertamina jadi harus naik, jangan turun produksinya. Kalau turun, ya kita akan bergantung pada harga minyak global, dan jelas pasti akan [menambah beban] subsidi BBM lagi nanti,” jelas Ferdy Hasiman dari Alpha Research Database Indonesia.

Ditambah lagi kenaikan harga minyak saat ini terjadi di kala harga minyak kelapa sawit (CPO) tergerus turun 14% sepanjang tahun ini. Ada risiko pasokan valas dari ekspor CPO akan semakin turun. Pada 2022, nilai ekspor perkebunan mencapai US$ 55,2 miliar dengan komoditas terbesar adalah kelapa sawit sebesar US$ 27,8 miliar.

Kian turunnya ekspor CPO berarti penurunan juga sumbangan valas ke dalam negeri, termasuk yang diwajibkan untuk parkir di sistem domestik melalui mandatory devisa hasil ekspor. 

-- dengan bantuan Sultan Ibnu Affan.

(rui/aji)

No more pages