Perubahan dalam perkiraan suku bunga ini muncul usai data inflasi inti yang masih di atas target BOJ setelah 16 bulan dan nilai yen yang tidak jauh dari rekor terendah tiga dekade, meningkatkan prospek kenaikan harga lebih lanjut yang didorong oleh biaya impor yang tinggi.
Dalam keterangannya kepada surat kabar Yomiuri, Ueda menegaskan bahwa BOJ akan mempertahankan kebijakan suku bunganya untuk saat ini. Tetapi dia juga mengatakan bahwa kemungkinan BOJ akan memiliki cukup data hingga akhir tahun untuk menilai apakah upah akan terus meningkat, yang merupakan faktor kunci dalam keputusan untuk memangkas kebijakan super longgarnya.
Ueda mengatakan bahwa kenaikan suku bunga jangka pendek termasuk dalam opsi itu. Komentarnya mendorong kenaikan imbal hasil obligasi ke level tertinggi dalam sembilan tahun dan memberikan penguatan sementara pada yen.
Walaupun sebagian besar ekonom menganggap komentar Ueda di wawancara media Yomiuri sebagai sikap yang lebih hawkish, banyak dari mereka juga berspekulasi bahwa gubernur tersebut bermaksud mengurangi tekanan pada yen.
"Ueda menunjukkan ada peluang mengakhiri suku bunga negatif, mungkin karena dia tidak bisa mengabaikan yen yang lemah dan probabilitas risiko naiknya inflasi yang menyertainya," kata Izuru Kato, Chief Economist di Totan Research. "Timing penghapusan suku bunga negatif akan sangat dipengaruhi oleh nilai tukar valuta asing. Saya perkirakan Desember adalah yang terawal."
Pada Juli, Ueda mengutip volatilitas di pasar valuta asing sebagai salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh pejabat dalam memutuskan untuk melonggarkan kendali bank atas kurva hasil imbal hasil 10 tahun mereka. Dalam survei ini, sekitar 62% mengatakan bahwa hubungan antara kebijakan moneter dan mata uang telah menguat, sementara 22% mengatakan bahwa hal tersebut tidak terjadi.
Jika yen melemah di bawah 150 per dolar, itu akan memicu intervensi, menurut perkiraan median para ekonom dalam survei ini. Dolar AS diperdagangkan sedikit di atas 147 yen pada Rabu pagi.
(bbn)
