Logo Bloomberg Technoz

Phintraco Sekuritas dalam risetnya menyebut, kenaikan inflasi ini kembali memicu spekulasi kenaikan The Fed Rate di FOMC November 2023. Terkait kebijakan moneter, The Fed dijadwalkan rilis hasil FOMC di 20 September 2023 dan ECB dijadwalkan rilis pada 14 September 2023.

Seperti yang dilaporkan Bloomberg News, harga minyak masih menguat di tengah tekanan pasokan global. Adapun kenaikan harga minyak mendukung saham energi dan menambah kekhawatiran tentang tekanan inflasi.

Harga acuan global Brent naik di atas US$92 per barel, dan West Texas Intermediate mendekati US$89, keduanya merupakan level tertinggi baru selama tahun ini.

Kenaikan ini sudah menunjukkan tanda-tanda mempengaruhi pasar bahan bakar, dengan harga bensin AS mencapai level musiman tertinggi dalam satu dekade dan harga solar melebihi US$1.000 per ton di Eropa.

Dengan ekonomi AS di tengah pesimisme dan harga energi yang meningkat, Indeks Harga Konsumen (CPI) Rabu ini diperkirakan akan menunjukkan peningkatan tekanan inflasi.

Para trader swap saat ini melihat peluang sekitar 50% bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga pada November.

"Dalam pandangan kami, mungkin saat yang baik bagi para investor untuk mempertimbangkan perubahan alokasi yang mempersiapkan diri untuk peningkatan inflasi pada musim gugur ini," kata Lauren Goodwin, Ekonom dan Strategi Portofolio di New York Life Investments.

Tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, dari sisi makroekonomi, investor mencerna hasil survei Consumer Inflation Expectation yang dilakukan oleh Federal Reserve Bank di New York. 

“Data memperlihatkan bahwa ekspektasi inflasi untuk satu tahun ke depan naik tipis menjadi 3,6% di bulan Agustus dari 3,5% di bulan Juli karena konsumen memprediksi kenaikan biaya tempat tinggal dan makanan sementara mengantisipasi pemburukan kondisi keuangan mereka,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.

Selanjutnya, investor mencerna rilis data Indeks Sentimen Konsumen (Consumer Sentiment Index/CSI) Australia yang keluar turun ke level 79,7 di bulan September, mendekati level terendah sejak pandemik Covid-19 di 2020 di tengah rendahnya tabungan rumah tangga, sikap Bank Sentral yang lunak (Dovish), serta kekhawatiran mengenai perpajakan.

Dari dalam negeri, pelaku pasar mengantisipasi penurunan nilai ekspor dan impor di Agustus yang diperkirakan lebih dalam dibanding penurunan di Juli sebelumnya.

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG terkoreksi 0,4% ke 6.933 dan disertai oleh munculnya volume penjualan. 

“Pergerakan IHSG sudah mengenai target penguatan ideal yang kami berikan di 6.974. Cermati 6.900 sebagai support terdekatnya, apabila IHSG break dari support tersebut maka IHSG akan terkonfirmasi membentuk wave c dari wave (ii),” papar Herditya dalam risetnya pada Rabu (13/9/2023).

Herditya juga memberikan catatan, IHSG akan rawan terkoreksi untuk menguji rentang 6.737-6.846. Namun, apabila IHSG masih bertahan di atas 6.900, maka IHSG berpeluang berbalik menguat ke rentang 6.950-6.974 kembali.

Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham berikut, ELSA, EXCL, MARK dan SMRA.

Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, IHSG berpotensi rebound selama bertahan di atas MA-20.

“IHSG terkoreksi di Selasa (12/9), namun masih bertahan di atas MA-20 di kisaran 6.930. Jika bertahan di atas MA-2O, IHSG menjaga peluang rebound terbatas ke kisaran 6.950-6.960 di Rabu (13/9). Secara teknikal, Stochastic RSI mengindikasikan oversold pada IHSG,” tulisnya.

Melihat hal tersebut, Phintraco merekomendasikan peluang bullish continuation pada BRPT, serta potensi rebound pada AKRA, DSNG, ERAA, PGAS, PGEO, BRIS dan BSDE.

(fad/ggq)

No more pages