Raja Mohammed VI mengunjungi rumah sakit universitas Marrakech pada Selasa untuk memeriksa beberapa korban selamat yang terluka dan mendonasikan darah, demikian dilaporkan stasiun televisi negara SNRT.
Gempa bumi ini adalah yang paling mematikan di kerajaan itu sejak tahun 1960 dan merupakan pukulan bagi negara yang menggambarkan dirinya sebagai pulau stabilitas di Afrika Utara itu.
Para korban di desa-desa yang hancur di Pegunungan Atlas Tinggi semakin marah atas lambatnya upaya penyelamatan dalam negeri dan pasokan bantuan. Maroko secara resmi hanya menerima beberapa dari puluhan tawaran bantuan internasional.
Dua hari setelah gempa bumi melanda, badai dahsyat melanda Libya yang berdekatan. Dua bendungan runtuh akibat badai tersebut, memicu banjir yang menewaskan setidaknya 2.300 orang, hampir semua di satu kota di Pantai Mediterania.
Pemerintah Maroko memberikan sejumlah janji untuk pemulihan pada Senin, termasuk bantuan keuangan untuk membangun kembali rumah-rumah. Setidaknya 30.000 rumah, 500 sekolah, rumah sakit, jalan, dan infrastruktur lainnya perlu dibangun kembali, demikian kata Perdana Menteri Aziz Akhannouch dalam pernyataannya yang disiarkan oleh media lokal, termasuk Hespress.com dan Le360.
Proyek pemulihan ini diperkirakan akan menghabiskan antara 30 miliar dirham (Rp125 triliun) hingga 50 miliar dirham, menurut Abdelouahed El Jai, mantan direktur bank sentral dan profesor di Institut Nasional Statistik dan Ekonomi Terapan di Rabat, ibu kota Maroko.
Pembangunan kembali kota pesisir Atlantik Agadir, tempat gempa bumi enam puluh tahun yang lalu menewaskan sekitar 12.000 orang, mungkin "lebih mudah dibandingkan dengan apa yang kita hadapi saat ini," kata El Jai, mengingat skala dan aksesibilitas yang buruk dari daerah yang terkena dampak gempa pada Jumat lalu.
(bbn)