Ini karena emas adalah aset yang dihargai dalam dolar AS. Ketika dolar AS terapresiasi, emas jadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas pun turun sehingga harga pun demikian.
Mengutip Bloomberg News, Clifton Hill dari Acadian Asset Management memperkirakan dolar AS masih akan menguat. Bahkan Hill menilai dolar AS bisa menguat 5% lagi terhadap mata uang sekelompoknya (peers).
Suku bunga yang bertahan di level tinggi, menurut Hill, akan membuat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS terdongkrak. Hill ‘meramal’ yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun bisa mendekati 5%, dari saat ini di sekitar 4,3%.
“The Fed (The Federal Reserve, bank sentral AS) mungkin akan membuka peluang untuk kembali menaikkan suku bunga acuan, bisa jadi 2-3 kali lagi. Ini karena inflasi yang masih tinggi, di atas target bank sentral,” katanya.
Kenaikan suku bunga acuan akan menjadi sentimen positif bagi dolar AS. Sebaliknya, ini tentu menjadi sentimen negatif bagi harga emas.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dalam perspektif (time frame) harian, emas memang masih menghuni area bearish. Terlihat dari skor Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 43,83.
Nilai RSI di bawah 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bearish.
Meski demikian, potensi kenaikan harga emas masih ada. Target kenaikan atau resisten terdekat ada di US$ 1.917,7/ons.
Jika tertembus, maka resisten selanjutnya adalah US$ 1.927,33/ons.
Sedangkan US$ 1.913/ons akan menjadi support terdekat. Jika tertembus, maka ada kemungkinan harga meluncur turun menuju US$ 1.904/ons.
(aji)