Bloomberg Technoz, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI, I Nyoman Parta menyatakan bahwa untuk mendukung keberlangsungan usaha mikro kecil menengah (UMKM) seharusnya pemerintah bisa mempermudah segala bentuk perizinan dan penertiban penyelundupan barang.
Ia juga mempertanyakan kerja dua kementerian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koperasi dan UKM, dalam mengawal perubahan aturan Permendag No. 50 Tahun 2020.
“Kalau mau sungguh-sungguh membela UMKM agar barang-barang berkualitas, harga bersahabat, permudah izinnya, pak [Mendag Zulkifli Hasan dan Menkop UKM Teten Masduki]. Indonesia semuanya susah. Perizinannya minta ampun,” kata dia dalam rapat bersama kedua kementerian bersama Komisi VI di gedung DPR, Selasa (12/9/2023).
Ia mendapati bahwa peizinan pelaku UMKM sangat sulit dan membutuhkan biaya besar. Parta mencontohkan adalah salah satu UMKM harus menyiapkan Rp2,5 juta untuk menjual sabun.
“Tidak mungkin mereka jual satuan, mereka jual lima sabun, Rp12,5 juta harus siapkan uang. Perizinan mahal, prosedur aneh-aneh, dan BPOM [Badan Pengawas Obat dan Makanan] ortodok [menjalankan peran], tidak mengenal inovasi. Ini yang harus dilakukan,” kata dia.
Parta selanjutnya mempertanyakan kebijakan yang menghalau TikTok Shop beroperasi. Menurutnya pengguna TikTok di Indonesia sudah mencapai ratusan juta, bahkan menempati nomor dua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat (AS).
“Betapa masyarakat Indonesia menjadi [makin] besar memanfaatkan TikTok. Karena saking besarnya tentu ada manfaatnya, ada kegunaannya,” duga Parta.
Jika argumentasi TikTok menjual barang, Parta menyinggung banyak pula platform media sosial lain seperti Facebook, X (dulu bernama Twitter), Instagram pun, yang melakukan hal yang sama.
“Kalau persoalan perdagangan di dunia medsos bukan hanya di TikTok saja,” ucap dia, yang juga menyatakan bahwa kisruh TikTok Shop bukan berpangkal pada sebuah aplikasi ataupun pengelola marketplace-nya.
Lebih lanjut anggota Fraksi PDI Perjuangan ini menjelaskan jangan sampai Indonesia dipandang terbelakang dengan membatasi aktivitas sebuah platform yang berasal dari luar negeri.
“Saya ingin kita agar kita tidak dianggap katro, karena dunia sudah berubah dan jangan juga pemerintah karena abai dalam mengantisipasi begitu cepatnya perkembangan teknologi akhirnya mengkambinghitamkan orang lain atau lembaga lain. Dan itu tidak akan menyelesaikan masalah,” ucap dia.
(wep)