Pembicaraan ini berlangsung saat pemerintah AS dan Israel mendorong untuk mencapai kesepakatan bersejarah antara Arab Saudi dan Israel, yang berpotensi mengubah geopolitik Timur Tengah.
Penuh kerumitan
Washington sedang dalam negosiasi dengan Saudi yang pada akhirnya mungkin akan berujung pada negara kerajaan itu mengakui Israel sebagai imbalan komitmen keamanan AS dan bantuan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir. Riyadh juga tengah mencari kemungkinan apa yang mereka bisa berikan untuk Palestina dari pemerintah Israel.
Semua proses ini masih jauh dari pasti. AS baru-baru ini mengatakan jalan atas upaya ini masih panjang.
Departemen Luar Negeri AS tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Bloomberg News. Dewan Keamanan Nasional AS mengatakan tidak akan membuka negosiasi di muka umum, seraya menambahkan, "Sementara kami telah terlibat secara konstruktif untuk melihat apa yang mungkin mungkin, jalannya masih panjang."
Pada Senin (11/09/2023) Penasihat Keamanan Nasional Israel Tzachi Hanegbi mengatakan Palestina telah "sangat proaktif."
"Mereka berbicara dengan AS, dengan kami, dengan Saudi," katanya dalam sebuah konferensi di Israel tentang keamanan.
Skeptisisme Palestina
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengatakan bahwa Israel tidak akan melakukan apa pun yang dapat merugikan keamanannya, dan banyak anggota koalisinya yang sangat kanan menentang segala pengorbanan untuk Palestina.
Pejabat AS telah mendesak Palestina untuk realistis, menurut beberapa orang yang mengetahui pembicaraan tersebut. Pada saat yang sama, pemerintahan Presiden AS Joe Biden berharap kesepakatan dengan Arab Saudi akan memberikan manfaat nyata bagi Palestina, demikian menurut para sumber itu.
"Analisis internal Palestina adalah kemungkinan terjadinya ini tidak tinggi," kata Ghassan Khatib, seorang ilmuwan politik dan mantan menteri pemerintahan Palestina.
"Mereka tidak ingin menurunkan tuntutan mereka dengan percuma. Yang terbaik mungkin adalah berdiri di samping, menghindari mengkritiknya, tetapi tidak menjadi bagian darinya."
Beberapa sumber mengatakan sikap publik Palestina adalah mereka tidak akan menerima apa pun yang kurang dari solusi dua negara berdasarkan batas tahun 1967, sesuai dengan Inisiatif Perdamaian Arab yang berusia dua dekade.
Namun, seperti yang dikatakan seorang pejabat Palestina setelah KTT G-20 akhir pekan ini, di mana diumumkan rencana untuk koridor kereta api dan maritim dari India ke Eropa melalui Arab Saudi dan Israel, semuanya harus menemukan tempat dalam tatanan dunia baru. Tak terkecuali Palestina.
Arab Saudi berbeda dari negara-negara Arab yang menandatangani perjanjian dengan Israel pada tahun 2020. Mereka adalah ekonomi terbesar di Timur Tengah dan Netanyahu secara konsisten berbicara tentang bagaimana normalisasi dengan kerajaan itu akan memperkuat keamanan negaranya.
Saudi juga merupakan pencetus dari Inisiatif Perdamaian Arab tahun 2002, dan mereka telah menunjukkan simpati terhadap perjuangan nasional Palestina selama bertahun-tahun.
Bantuan Saudi
Salah satu permintaan Palestina yang telah dipenuhi adalah penugasan seorang diplomat Saudi. Bulan lalu, Duta Besar Saudi untuk Yordania, Nayef al-Sudairi, memperluas portofolionya untuk mencakup Palestina. Ia telah secara rutin bertemu dengan pejabat Palestina dan pengusaha.
Kebutuhan Palestina yang paling besar adalah suntikan dana Saudi yang substansial. Arab Saudi mulai memotong bantuannya kepada Otoritas Palestina pada tahun 2016 karena tuduhan ketidakkompetenan dan korupsi, dan akhirnya berhenti sepenuhnya pada tahun 2021.
Otoritas Palestina dan badan PBB yang mengelola perkemahan pengungsi Palestina telah kehabisan uang. Guru, pegawai pengadilan, dan dokter mogok kerja, yang disebabkan karena gaji belum dibayar. Saudi telah menyatakan kesiapan untuk mengembalikan bantuannya itu.
Banyak permintaan lainnya, seperti keanggotaan penuh di PBB, yang telah diabaikan oleh pejabat AS, menurut para sumber yang mengetahui pembicaraan dengan Palestina. Salah satu faktor yang rumit adalah bahwa Kongres AS melarang pendanaan AS untuk lembaga PBB apa pun yang memberikan status Palestine Liberation Organization (PLO) sebagai negara anggota.
Belum jelas juga apakah Israel akan mempertimbangkan pembatasan pemukiman atau transfer tanah, yang merupakan permintaan Palestina lainnya.
Selain itu, Netanyahu telah mengatakan bahwa hubungan Israel-Saudi akan semakin dalam bahkan jika keduanya tidak saling mengakui secara resmi.
Saat ini, perusahaan teknologi dan keamanan siber Israel telah melakukan bisnis secara rahasia dengan Saudi selama bertahun-tahun.
Adapun tahun lalu, Saudi membuka ruang udaranya bagi maskapai penerbangan yang terbang ke dan dari Israel. Pada bulan Juli, SolarEdge Technologies Inc., sebuah perusahaan dalam S&P 500 yang berbasis di Israel, mengumumkan bahwa mereka membentuk usaha patungan dengan perusahaan Saudi untuk mengembangkan energi terbarukan di kerajaan tersebut.
--Dengan asistensi Marissa Newman.
(bbn)