Perusahaan media online tersebut menyatakan bahwa bebasnya tuntutan atas mereka ini adalah "untuk semua orang yang tetap berpegang pada keyakinan bahwa pers yang bebas dan bertanggung jawab memberdayakan masyarakat dan memperkuat demokrasi."
Presiden Ferdinand Marcos Jr. tahun lalu berjanji untuk melindungi kebebasan pers sesaat setelah pembunuhan seorang penyiar pada bulan Oktober. Ayahnya, yang dikenal sebagai seorang diktator Ferdinand Marcos, menutup dan mengambil alih media termasuk ABS-CBN Corp. pada tahun 1972, dan hanya memungkinkan beberapa media cetak yang dimiliki oleh para rekan dekatnya untuk beroperasi.
Meski demikian, Vergel Santos, pengurus di Center for Media Freedom and Responsibility di Manila mengatakan pembebasan Ressa ini belum berarti sinyal baik bagi kebebasan media di negara Asia Tenggara ini.
"Sifat kekuasaan pemerintah saat ini tidak begitu berbeda dari zaman rezim terakhir," kata Santos, merujuk pada pemerintahan Duterte. "Jadi saya tidak akan begitu senang tentang ini. Saya hanya senang untuk Maria," katanya.
Meskipun berhasil menghindari serangkaian tuduhan pajak, Ressa masih menghadapi dua kasus hukum lainnya. Rappler tengah melawan Komisi Bursa Filipina yang memerintahkan media ini ditutup karena diduga melanggar aturan kepemilikan asing di media massa. Ressa juga tengah mengajukan banding terhadap vonis pencemaran nama baik secara siber yang bisa mengganjarnya dengan hampir tujuh tahun pidana penjara.
Rappler telah membantah tuduhan tersebut sebelumnya, dengan menuduh pemerintahan Duterte melakukan pelecehan, intimidasi, dan upaya untuk membungkam jurnalis.
(bbn)