Logo Bloomberg Technoz

Harga CPO Jatuh Bisa Kian Menjatuhkan Kekuatan Rupiah

Ruisa Khoiriyah
12 September 2023 11:30

Ilustrasi Kebun Kelapa Sawit (bpdp.or.id)
Ilustrasi Kebun Kelapa Sawit (bpdp.or.id)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Penurunan harga minyak kelapa sawit mentah selama enam hari berturut-turut di tengah kenaikan harga minyak dunia, menyusul suplai CPO yang meluber di Malaysia, memicu kekhawatiran akan kian membebani prospek neraca dagang RI dan prospek nilai tukar rupiah.

Harga kontrak CPO di Bursa Malaysia untuk pengiriman Oktober anjlok hingga lebih dari 3% dalam sehari, kemarin (11/9/2023), menjadi penurunan terbesar sehari sejak 1 Agustus lalu dan menggenapi laju pelemahan harga selama enam hari berturut-turut. Walaupun pagi ini kontrak CPO berusaha bangkit dengan menguat tipis 0,3% ke RM 3.723 menyusul harga minyak dunia yang terus melambung dengan Brent mencetak rekor baru di US$ 90,96 per barel.

Pelemahan harga CPO sudah berlangsung sepanjang tahun ini dengan penurunan lebih dari 14%. Di mata analis, anjloknya CPO di tengah harga minyak dunia yang sudah mencetak kenaikan 10% menjadi kombinasi yang buruk dan melontar sinyal mengkhawatirkan atas neraca dagang dan prospek rupiah ke depan. "Rupiah dibebani suplai CPO yang melimpah," kata Satria Sambijantoro dan Drewya, analis Bahana Sekuritas dalam catatan, Selasa (12/9/2023).

Harga CPO yang makin melemah adalah kabar buruk bagi rupiah mengingat eksportir kelapa sawit mentah sejauh ini menjadi pemasok utama dolar AS di pasar valas domestik dengan nilai ekspor mencapai US$ 2,7 miliar per bulan. Dengan harga yang terus turun dan suplai melimpah, berpotensi menurunkan nilai ekspor dan pada akhirnya memengaruhi sumbangan valas dari sektor CPO.

Pepohonan tumbuh di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Senin (13/6/2022). (Dimas Ardian/Bloomberg)

Anjloknya harga CPO kemarin terpicu oleh kabar terkait suplai minyak kelapa sawit mentah di Malaysia yang mencetak kenaikan tertinggi dalam dua tahun terakhir. Dengan tren harga yang sudah tergerus hampir 15% sepanjang 2023, suplai yang melimpah itu akan semakin menyeret harga CPO ke depan.