Logo Bloomberg Technoz

Gulden menduduki posisi CEO sejak bulan Januari setelah hampir satu dekade menjabat sebagai CEO Puma, yang merupakan saingan Adidas. Dalam kepemimpinannya Gulden mengubah strategi perusahaan dengan mengatur ulang ekspektasi laba dan pertumbuhan penjualan.

Kini, fokus utamanya di Adidas adalah menghidupkan kembali rangkaian sepatu kets dan pakaian merek dan meraih kembali pelanggan di AS, Eropa, dan China. Gulden juga harus mencari tahu apakah Adidas dapat menjual desain Yeezy kembali kepada pelanggan tanpa mencantumkan nama tersebut.

Diketahui sebelumnya, Adidas kehilangan keuntungan dan pendapatan setelah menghentikan produksi sepatu yang dijual seharga ratusan dolar AS itu. Inventaris Yeezy sendiri diperkirakan perusahaan dapat menghasilkan pendapatan sebesar 1,2 miliar euro  atau setara Rp19 triliun dan laba operasi 500 juta euro  atau setara Rp 8 triliun jika kemitraan dilanjutkan. Jika Adidas memutuskan untuk tidak menggunakan produknya kembali, maka seluruh inventaris Yeezy harus dihilangkan.

Akhir Oktober lalu, perusahaan pakaian olahraga itu mengakhiri kemitraannya dengan Ye, setelah dia melontarkan serangkaian pernyataan anti-semit dan rasis. Adidas yang selama ini sangat bergantung pada lini Yeezy butuh waktu berminggu-minggu sebelum akhirnya memutuskan untuk mengakhiri kesepakatan. Perusahaan pengecer lain seperti Gap Inc. sudah lebih dulu melepas kemitraan dengan Ye.

Proyeksi perusahaan Jerman pada Kamis (09/02/2023) mengatakan bahwa penjualan akan anjlok pada satu digit yang tinggi pada tahun 2023. Proyeksi itu dibandingkan dengan pertumbuhan sekitar 4% yang diperkirakan oleh analis.

Gulden mengatakan, Adidas akan berfokus pada konsumen termasuk para atlet, mitra ritel, dan karyawannya. Tujuannya adalah untuk menciptakan kehangatan jenama, meningkatkan produk, melayani distributor dengan lebih baik, serta menjadi tempat kerja yang baik dan menyenangkan.

Adidas saat ini juga masih menghadapi tantangan di China di mana permintaan sepatu dan pakaiannya turun di tengah boikot konsumen dan akibat pembatasan Covid-19.

(bbn)

No more pages