Pemerintah tengah menggodok peraturan presiden (perpres) soal carbon capture storage (CCS) yang ditargetkan selesai akhir 2023. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya sudah memiliki regulasi penangkapan karbon yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No. 2/2023 tentang Pelaksanaan CCS/CCUS di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Namun demikian, Direktur Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Mirza Mahendra mengatakan regulasi tersebut hanya fokus kepada penangkapan dan penyimpanan karbon di wilayah kerja (WK) migas saja.
"Saat ini kita upgrading lagi, untuk bagaimana kita membuat regulasi yang CCS-nya tetapi yang under industries. Jadi kan memungkinkan karbon-karbon dari industri lain dimasukkan ke dalam reservoir kita, di-inject. Nah, itu belum ada," ujarnya di sela Asean Energy Business Forum (AEBF) 2023 di Nusa Dua, Bali, Jumat (25/8/2023).
Indonesian CCS Center (ICCSC) juga mendorong Indonesia menjadi pelopor hub penangkapan dan penyimpanan karbon di Kawasan Asia Pasifik.
ICCSC menilai Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, termasuk sumber daya karbon yang menjadi potensi besar untuk penerapan teknologi CCS/CCSUS tersebut.
Selain itu, Indonesia juga diberkati dengan lokasi geografis dan geologis yang bagus secara strategis berada di kawasan Asia Pasifik, di mana pertumbuhan ekonominya diproyeksikan makin cepat dalam beberapa dekade mendatang.
"Kita harus terus berkolaborasi sebagai katalisator, menyuarakan dan mendorong percepatan penerapan CCS di Indonesia," ujarnya.
CCS/CCUS sendiri saat ini memainkan peran penting dalam mendukung target produksi migas nasional, pengembangan lapangan gas untuk mendorong transisi energi dan mempercepat pengurangan emisi untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060.
"Kami yakin bahwa upaya kolektif kami untuk mendefinisikan kerangka peraturan dapat memberikan pesan yang jelas, Indonesia akan menjadi pionir penerapan CCS di tahun-tahun berikutnya," pungkas Luhut.
(ibn/dhf)