Adapun IMF menunda peninjauan pertama program penyelamatan Mesir yang diharapkan selesai pada bulan Maret karena menunggu pihak berwenang melakukan reformasi. Pihak berwenang dinilai perlu membangun cadangan devisa yang cukup untuk mengelola kemungkinan depresiasi lainnya.
Sebelumnya, tiga peristiwa devaluasi sejak awal tahun 2022 telah berdampak pada perekonomian dengan menaikkan harga barang impor di negara yang juga mengalami kekurangan devisa.
Meskipun mata uang Mesir tetap stabil selama berbulan-bulan, dunia usaha dan rumah tangga harus membayar lebih untuk mendapatkan dolar di pasar gelap lokal.
Presiden Mesir Abdel-Fattah El-Sisi memperingatkan pada bulan Juni tentang dampak devaluasi mata uang terhadap kenaikan harga, dengan mengatakan bahwa negara berpenduduk lebih dari 100 juta jiwa ini tidak akan mampu menoleransi pelemahan pound lebih lanjut.
Di sisi lain, bank sentral secara tidak terduga menaikkan suku bunga sebesar 100 basis poin pada bulan lalu. Ini merupakan sebuah kejutan karena sebelumnya gubernur mengisyaratkan kebijakan yang lebih ketat tidak akan mampu menahan pertumbuhan harga, yang menurutnya disebabkan oleh masalah pasokan. Biaya pinjaman resmi Mesir masih termasuk yang paling negatif di dunia bila disesuaikan dengan inflasi.
Kepala ekonom pasar negara berkembang Bloomberg Economics, Ziad Daoud menilai, meskipun terdapat kenaikan yang mengejutkan pada bulan Agustus, suku bunga Mesir dinilai masih terlalu rendah untuk menarik modal asing.
Sebab, Imbal hasil global memberikan imbal hasil yang bersaing dengan risiko yang lebih rendah. Inflasi yang tinggi telah mendorong tingkat suku bunga riil Mesir menjadi salah satu yang terendah di pasar negara berkembang lainnya dan risiko devaluasi dapat menghapus keuntungan suku bunga.
Bank sentral melihat kenaikan inflasi harga konsumen mencapai puncaknya pada paruh kedua tahun 2023 sebelum memulai jalur disinflasi mencapai tujuannya.
Adapun bank sentral menargetkan inflasi rata-rata sebesar 7%, plus minus 2 poin persentase, pada kuartal keempat tahun 2024. Serta rata-rata 5%, plus atau minus 2 poin persentase pada tiga bulan terakhir tahun 2026. Komite Kebijakan Moneter berencana selanjutnya untuk bertemu pada 21 September.
Sementara, Goldman Sachs Group Inc. memperkirakan inflasi akan tetap di atas 30% tahun ini dan kemudian mengalami penurunan tajam hingga tahun 2024.
“Risiko utama terhadap proyeksi kami adalah kemungkinan pelemahan nilai tukar lebih lanjut. Kami tidak memperkirakan adanya depresiasi pound di pasar resmi namun penyebab nilai tukar mata uang paralel tetap menjadi faktor risiko.” ujar ekonom Goldman, Farouk Soussa dalam laporan bulan Agustus.
(bbn)