Penurunan paling tajam terutama dicatat untuk Indeks Ekspektasi Penghasilan. BI mencatat, kelompok pengeluaran tersebut mencatat penurunan keyakinan terhadap penghasilan enam bulan ke depan hingga 7,1 poin ke level 132,8, posisi terendah sejak September tahun lalu. Sementara kelompok dengan pengeluaran di bawah Rp2 juta mencatat penurunan 3,8 bps. Indeks Penghasilan Saat Ini yang mengukur kondisi saat ini dibandingkan enam bulan lalu, penurunan terdalam tercatat di kelompok penghasilan di atas Rp5 juta dan Rp3 juta-Rp4 juta.
Pada saat yang sama, demikian hasil survei menjelaskan, porsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi (propensity to consume) tercatat meningkat di mayoritas kelompok pengeluaran di bawah Rp4 juta. Bersamaan dengan hal itu, porsi pendapatan yang dialokasikan untuk utang dan tabungan menurun. Kenaikan porsi pendapatan yang dialokasikan untuk tabungan hanya dicatat oleh kelompok pengeluaran di atas Rp4 juta.
Inflasi beras
Badan Pusat Statistik melaporkan, pada Agustus lalu memang terjadi deflasi. Akan tetapi harga pangan yakni beras menjadi satu dari beberapa komoditas yang mengalami inflasi. Bahkan, inflasi harga beras bulan lalu mencapai 14% year-on-year, tertinggi sejak Oktober 2015.
Sementara sepanjang delapan bulan 2023, kenaikan harga beras sudah mencapai 8% di mana dari 90 kota Indeks Harga Konsumen (IHK), ada sebanyak 86 kota mencatat inflasi beras selama 8 bulan terakhir.
Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Bagi masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, pengeluaran untuk membeli beras bahkan memakan 19% dari total konsumsi rumah tangga.
Dengan lonjakan harga beras yang tajam setahun terakhir bisa mendorong kenaikan pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi.
Harga beras masih akan menjadi ancaman dengan musim kemarau diperkirakan berlangsung lebih lama tahun ini setidaknya sampai November. Kondisi ini berisiko menggagalkan panen dan mengganggu pasokan beras. Ujung-ujungnya reli kenaikan harga pangan utama itu masih belum menunjukkan tanda-tanda surut.
Langkah pemerintah mengucurkan bantuan sosial beras 10 kilogram kepada lebih dari 22 juta rumah tangga di Indonesia mulai bulan ini diharapkan bisa meredakan tekanan harga makanan pokok tersebut dan menjaga daya beli supaya tidak semakin terseret, terutama di kelompok rentan.
Lapangan kerja
Survei Bank Indonesia juga memotret keyakinan masyarakat RI terhadap ketersediaan lapangan kerja ke depan.
Kelompok dengan pengeluaran Rp4 juta sampai Rp5 juta muncul sebagai kalangan yang paling pesimistis melihat prospek lapangan kerja enam bulan ke depan.
Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja di kelompok tersebut turun 2,5 poin ke 132,5, menjadi level terendah sejak Maret 2023. Sementara kelompok pengeluaran lain secara keseluruhan mencatat kenaikan optimisme sehingga mendongkrak IEK ke kisaran 135 pada Agustus lalu.
Berdasarkan usia responden, kelompok usia 30-50 tahun mencatat penurunan keyakinan terhadap ketersediaan lapangan kerja pada masa mendatang. Sementara responden dengan pendidikan terakhir SMA memiliki optimisme terendah perihal ketersediaan lapangan pekerjaan.
Mengacu pada data BPS, perbaikan ketersediaan lapangan kerja di Indonesia memang belum memuaskan dengan pertumbuhan upah yang masih kalah oleh inflasi.
Tingkat pengangguran di Indonesia masih di angka 5,45% per Februari 2023. Persentase itu setara dengan 7,9 juta orang. Angka tersebut masih di atas level sebelum pandemi pada 2019 di mana jumlah pengangguran di Indonesia sekitar 7,1 juta orang.
Sementara pertumbuhan upah juga belum menggembirakan. Periode dua tahun sebelum pandemi merebak, rata-rata pertumbuhan upah pekerja di Indonesia antara 3%-3,15% per tahun.
Pada tahun ketika pandemi Covid-19 pecah, pertumbuhan upah pekerja langsung meluncur turun terkontraksi -5,4% dan berlanjut tahun berikutnya dengan kontraksi hampir 1%.
Pertumbuhan upah baru mulai bangkit pada 2022, dengan low base effect, mencatat kenaikan 12,26% ketika inflasi domestik tahun lalu tercatat di kisaran 5,51%.
Memasuki 2023, berdasarkan data ketenagakerjaan yang dirilis BPS terakhir, pertumbuhan upah justru kembali terkontraksi -4,11% ketika inflasi masih di atas 5%. Artinya, upah pekerja di Indonesia masih kalah oleh inflasi yang tinggi.
Dalam jangka panjang, upaya pemerintah merombak aturan ketenagakerjaan melalui Omnibus Law yang dinilai sebagian kalangan merugikan pekerja, seharusnya bisa menarik investasi asing langsung (PMA) dan bisa meningkatkan peluang kerja di seluruh Indonesia, menurut ekonom.
"Butuh sekitar 2,5 juta lapangan kerja per tahun untuk mengimbangi peningkatan populasi usia kerja," kata Tamara M. Henderson, ekonom Bloomberg Economics.
Berdasarkan Sakernas 2023, jumlah penduduk usia kerja berusia di atas 15 tahun mencapai 211,59 juta orang di mana sebanyak 146,62 juta orang adalah angkatan kerja.
Sebanyak 138,63 juta orang adalah pekerja di mana sebesar 92,16 juta orang berstatus pekerja penuh, lalu 36,88 juta orang pekerja paruh waktu dan 9,6 juta orang setengah pengangguran.
Employment to Population Ratio (EPR) yang mengukur rasio penduduk bekerja terhadap jumlah penduduk usia kerja, mencapai 65,52%.
Sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di kalangan usia muda mencapai 16,46%. Artinya, dari 100 orang penduduk Indonesia berusia 15-24 tahun yang termasuk angkatan kerja, ada 16 orang yang menganggur.
Tingkat pengangguran usia muda di Indonesia saat ini tercatat lima kali lipat lebih tinggi ketimbang tingkat pengangguran di usia dewasa.
Walau demikian, hasil survei terakhir memperlihatkan, tingkat keyakinan kelompok usia di bawah 30 tahun terhadap ketersediaan lapangan kerja masih cukup tinggi dengan kenaikan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja ke 135,6, tertinggi sejak Mei.
(rui/ezr)