Menurut perusahaan, kesepakatan tersebut merupakan tindak lanjut dari studi final untuk memaksimalkan penggunaan amonia hijau dalam PLTU. Doosan telah terlebih dahulu meneliti teknologi co-firing 60% amonia pada tungku Jawa 9 dan 10 yang sebelumnya dilakukan IRT dan PLN.
Studi tersebut diharapkan dapat menyimpulkan kemungkinan masuknya ammonia hijau dan hidrogen hijau sebagai salah satu program utama dalam peta jalan transisi energi Indonesia menuju nol emisi karbon.
Sekadar catatan, amonia dan hidrogen hijau merupakan bahan bakar yang diklaim tidak menghasilkan emisi karbon dalam proses produksi dan penggunaannya, dan merupakan salah satu solusi transisi energi yang sudah mulai diadaptasi oleh negara-negara maju untuk bahan bakar pembangkit listrik dan kendaraan fuel cell.
“Kini Doosan tengah mengimplementasikan optimalisasi pembakaran amonia dengan target penggunaan secara komersial pada 2027”, kata CEO Doosan Power System Myong Dong Ryu di sela kunjungan PLN dan PIP ke fasilitas pengembangan dan produksi Doosan Enerbility di Changwon, Korea, seperti dilansir di laman resmi IRT, Kamis (7/9/2023).
PLTU Jawa 9 dan 10 didanai dengan skema project finance sejak November 2020. Pembangkit tersebut disponsori 51% oleh grup PLN Indonesia Power, 34% oleh grup Barito Pacific, dan 15% oleh grup Kepco.
Proyek tersebut dibuat bankable lewat power purchase agreement (PPA) 25 tahun yang tidak memerlukan jaminan pemerintah. Pada Oktober 2022, progres PLTU Jawa 9 dan 10 sudah mencapai tingkat konstruksi dan pengadaan sebesar 81% dan diharapkan dapat beroperasi pada kuartal IV-2024 serta komersialisasi pada kuartal II-2025.
Selain proyek amonia dengan Korea Selatan, PLN baru-baru ini menggandeng perusahaan Jerman untuk memproduksi hidrogen hijau dengan kapasitas sekitar 35.000 ton per tahun di dalam negeri.
Kerja sama tersebut dilakukan bersama PLN, PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), dan August Global Investment (AGI) pada Senin (28/8/2023). Adapun, pengembangan hidrogen hijau untuk suplai tenaga listrik itu rencananya dilakukan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe, Aceh.
"Di Aceh sistem perlistrikan di sana sangat stabil dan dapat menyalurkan energi hijau dengan baik," ujar Edi Sri Mulyati Direktur Retail dan Niaga PLN, dalam sambutannya.
AGI berencana untuk membangun Production Plant Green Hydrogen berkapasitas produksi 35.000 ton per tahun di Indonesia dan membutuhkan lahan 50 hektare.
Biaya investasi pembangunan infrastruktur produksi hidrogen hijau diperkirakan sebesar US$400 juta—US$700 juta, tergantung dari bentuk akhir hidrogen hijau yang akan ditransportasikan; apakah dalam format hidrogren terkompresi, cair, amonia, atau lainnya.
Konsumsi hidrogen di Indonesia saat ini mencapai sekitar 1,75 juta ton per tahun, dengan pemanfaatan didominasi untuk urea (88%), amonia (4%), dan kilang minyak (2%).
(wdh)