"PLTU batu bara yang dipensiunkan akan menjadi aset terbengkalai dan ekuiti itu harus kembali diisi dengan energi terbarukan yang memerlukan capex, yaitu belanja modal di saat tingkat suku bunga saat ini mahal. Jadi semua ini adalah isu nyata, dan bukan sekadar berbicara dana triliunan atau Rp280 triliun," tegasnya. "Siapa yang akan membayar itu?"
Melihat besarnya dana yang dibutuhkan, Sri Mulyani menekankan pentingnya dukungan internasional. Ia juga akan memonitor dampak pensiun dini PLTU batu bara kepada keuangan PT PLN (Persero).
"Artinya, kita harus berinvestasi lebih banyak di sektor energi terbarukan dan juga menghentikan penggunaan batu bara," kata Sri Mulyani.
Dalam upaya menurunkan emisi karbon lebih dari 40% hingga 2060, Indonesia butuh dana sekitar US$280 miliar atau Rp4.290 triliun.
Itu mengapa Indonesia saat ini sibuk menempuh berbagai upaya untuk menggenjot investasi disektor energi baru dan terbarukan (EBT), dan pensiun dini PLTU berbasis batu bara.
Keberadaan JETP
Wacana pensiun PLTU batu bara juga muncul dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Tujuannya sama, untuk menanggulangi isu perubahan iklim.
Luhut juga mengakui, menekan emisi karbon sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi negara tidaklah mudah.
"Kami harus hati-hati, Indonesia saat ini harus berhati-hati soal perubahan iklim. Kami tak mau mengganggu pertumbuhan ekonomi karena perubahan iklim ini," ujarnya di sela Gala Dinner Indonesia Sustainability Forum (ISF) di Jakarta, Kamis (7/9/2023).
"Kami sudah menyatakan kepada John Kerry [Utusan Khusus Presiden AS Bidang Iklim], bahwa kami serius dengan isu perubahan iklim tetapi harus dimengerti bahwa kami tidak mau ada masalah dengan ekonomi negara," sambung Luhut.
Dia juga lantas menyinggung soal dana kesepakatan iklim Indonesia senilai US$20 miliar (sekitar Rp306 triliun) melalui Just Energy Transition Partnership (JETP), yang hingga kini belum jelas keberadaannya.
Sekadar catatan, rencana akhir untuk kesepakatan investasi JETP sebagai upaya transisi energi ditargetkan dapat rampung pada akhir Oktober.
Kepala Badan Koordinasi untuk JETP Edo Mahendra mengatakan rancangan rencana investasi atau comprehensive investment and policy plan (CIPP) JETP telah didistribusikan ke kelompok mitra, yang terdiri dari anggota G-7 ditambah Norwegia dan Denmark, serta ke GFANZ.
Respons balik atas CIPP tersebut diperkirakan tuntas pada September. Setelah itu, rencana investasi itu akan terbuka untuk konsultasi publik.
Jika semua berjalan dengan baik, rencana akhir bisa siap sebelum November, kata Edo. Dengan kata lain, kesepakatan akan terjadi sebelum Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-28, juga dikenal sebagai COP28, dimulai 30 November di Dubai.
(ibn/dhf)