Dia juga lantas menyinggung soal dana kesepakatan iklim Indonesia senilai US$20 miliar (sekitar Rp306 triliun) melalui Just Energy Transition Partnership (JETP), yang hingga kini belum jelas keberadaannya.
Di sisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani tak menampik bahwa program keberlanjutan transisi energi akan dihadapi oleh rintangan, terutama soal pendanaan.
"Indonesia akan terus tumbuh dan permintaan akan energi akan terus meningkat. Jadi artinya untuk setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 5%, pertumbuhan energi pun akan lebih tinggi," kata dia.
"Lalu bagaimana kita menyeimbangkan antara mempertahankan pertumbuhan ekonomi tanpa menambah emisi karbon? Kita harus berinvestasi lebih banyak di sektor energi terbarukan dan juga menghentikan penggunaan batu bara," kata Sri Mulyani.
Sebab itu, katanya, Indonesia kini juga sedang menempuh berbagai upaya, yakni menggenjot investasi disektor energi baru dan terbarukan (EBT), dan pensuin dini PLTU berbasis batu bara.
Dia pun menyoroti bahwa dalam menurunkan emisi karbon lebih dari 40% hingga 2060, Indonesia butuh dana sekitar US$280 miliar atau Rp4.290 triliun.
Melihat besarnya dana yang dibutuhkan, Sri Mulyani menekankan pentingnya dukungan internasional. Ia juga akan memonitor dampak pensiun dini PLTU batu bara kepada keuangan PT PLN (Persero).
Ia mengatakan jika sejumlah PLTU batu bara ditutup, maka akan timbul stranded asset alias aset terbengkalai. Maka, harus ada penggantinya, termasuk kehadiran pembangkit listrik EBT.
"PLTU batu bara yang dipensiunkan akan menjadi aset terbengkalai dan ekuiti itu harus kembali diisi dengan energi terbarukan yang memerlukan capex, yaitu belanja modal di saat tingkat suku bunga saat ini mahal. Jadi semua ini adalah isu nyata, dan bukan sekadar berbicara dana triliunan atau Rp280 triliun," tegasnya. "Siapa yang akan membayar itu?"
Sekadar catatan, rencana akhir untuk kesepakatan investasi JETP sebagai upaya transisi energi ditargetkan dapat rampung pada akhir Oktober.
Kepala Badan Koordinasi untuk JETP Edo Mahendra mengatakan rancangan rencana investasi atau comprehensive investment and policy plan (CIPP) JETP telah didistribusikan ke kelompok mitra, yang terdiri dari anggota G-7 ditambah Norwegia dan Denmark, serta ke GFANZ.
Respons balik atas CIPP tersebut diperkirakan tuntas pada September. Setelah itu, rencana investasi itu akan terbuka untuk konsultasi publik.
Jika semua berjalan dengan baik, rencana akhir bisa siap sebelum November, kata Edo. Dengan kata lain, kesepakatan akan terjadi sebelum Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-28, juga dikenal sebagai COP28, dimulai 30 November di Dubai.
(ibn/ggq)