Alasannya, merujuk pada cara kerja ASEAN, para pemimpin negara memang hanya akan datang dan membaca teks yang sudah disiapkan. Berbagai negosiasi atau pernyataan (statement) telah berlangsung pada pertemuan di tingkat pejabat senior (senior officials meeting/SOM) dan menteri (ministerial meeting).
“Dampak secara substansi tidak ada, mau Joe Biden yang hadir atau Kamala Harris yang hadir, beliau (akan) bacakan teks yang sama pada dasarnya,” ujar Shafiah dalam CSIS Media Briefing secara virtual, Kamis (7/9/2023).
Namun, absennya dua tokoh pemimpin yang memperebutkan pengaruh di Indo-Pasifik tersebut pasti meninggalkan impresi tertentu di kalangan delegasi atau pengamat isu ASEAN. Sebab, terdapat norma khusus di ASEAN yang menggarisbawahi atau meletakkan nilai penting terhadap kehadiran.
Bila kepala negara tidak hadir, maka itu dianggap sebagai langkah mengecilkan peran ASEAN atau mereka dinilai tidak menganggap ASEAN memiliki nilai yang penting sebagai suatu organisasi regional, sehingga tentunya komitmen terhadap keterlibatan negara tersebut di kawasan ASEAN bakal dipertanyakan.
“Memang sudah ada sejak dulu, ada norma yang sangat dijunjung tinggi di negara-negara Asia Tenggara sehingga kalau misalnya kepala negara tidak hadir selalu dilihat dari kacamata tersebut, bahwa ini tidak sesuai dengan norma yang ada adalah pertemuan-pertemuan ASEAN dan kemudian berarti dipertanyakan komitmen terhadap keterlibatan negara tersebut di ASEAN,” terangnya.
Terakhir, ketidakhadiran tersebut tentunya memberikan dampak negatif karena ketiadaan pertemuan sampingan (side meetings). Padahal, side meetings biasanya menghasilkan pernyataan yang sangat penting dan substantif.
“Kita lihat waktu G20 itu kan lain dari kebijakan substansi yang sesuai dengan agenda runtutan KTT. Memang banyak menghasilkan deliverables yang sangat baik itu terjadi justru di side meeting ini,” ujarnya.
“(Ini) memang kekurangan yang tidak bisa kita dapatkan kalau kepala negara penting itu tidak hadir,” tutupnya.
(dov/ggq)
