Harga batu bara mencetak level tertinggi sepanjang masa pada September tahun lalu di kisaran US$ 331,45/ton dan mengantarkan episode pesta harga komoditas yang dinikmati negara-negara penghasil batu bara termasuk Indonesia.
Harga batu bara China
Analis Bloomberg Intelligence menggarisbawahi korelasi erat pergerakan harga minyak dunia dengan harga batu bara China.
"Analisis kami menemukan, sejak 2020 lalu, korelasi antara harga batu bara China dengan minyak WTI mencapai 0,79. Kini dengan harga minyak dunia telah rebound 28% dalam dua bulan terakhir, ada potensi rebound serupa untuk harga batu bara tahun ini," kata Kelvin Ng, analis Bloomberg Intelligence, dalam riset yang dirilis kemarin.
Hitungan analis, apabila harga batu bara dalam negeri China melampaui 1.100 yuan per metrik ton dalam beberapa bulan ke depan, itu bisa memicu kerugian bagi perusahaan pembangkit listrik di Tiongkok dan membuka lagi episode kekurangan suplai listrik.
Impor komoditas China melonjak selama Agustus menyusul tren musiman kenaikan aktivitas ekonomi dan mulai bekerjanya dampak stimulus yang dikucurkan oleh pemerintah Tiongkok.
Impor batu bara dan bijih besi China mencatat rekor tertinggi sepanjang masa. Musim semi di China secara historis selalu mencatat kenaikan aktivitas pabrik dan konstruksi yang mengerek konsumsi bahan bakar dan listrik.
"Dengan pasokan stok yang masih relatif rendah juga prospek stimulus lanjutan yang bisa memicu upaya penambahan pasokan di berbagai jenis komoditas, itu akan menjaga permintaan akan komoditas tetap tinggi dalam jangka pendek," demikian ditulis oleh analis ANZ Group Holdings, dikutip dari Bloomberg News, Jumat (8/9/2023).
Meski secara umum kelesuan masih membayangi China dengan deflasi dan yuan yang lebih lemah membebani para importir, prospek pelemahan yuan lebih lanjut mungkin mendorong beberapa kalangan mempercepat pembelian.
Penurunan ekspor China terlihat mereda pada Agustus. Hal itu memperkuat sinyal awal bahwa situasi terburuk ekonomi negeri tirai bambu ini telah berakhir. Beberapa sektor di negara ekonomi terbesar kedua di dunia ini mencoba kembali meraih momentum.
Ekspor China tercatat turun 8,8% dalam dolar dari tahun sebelumnya sementara impor mengalami kontraksi 7,3%, lebih baik daripada perkiraan dan secara signifikan tidak separah penurunan di bulan Juli. Surplus perdagangan mencapai US$68 miliar untuk bulan tersebut.
Data-data lain menunjukkan bahwa permintaan global juga mulai meningkat, memberikan harapan untuk perdagangan China di bulan-bulan mendatang. Ekspor Korea Selatan, yang merupakan salah satu pendorong perdagangan dunia, juga menurun dengan laju yang lebih moderat di bulan Agustus dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
(rui/ggq)