Persaingan kekuatan dunia yang juga tampak di kawasan Asia Pasifik dan merembet hingga Asia Tenggara dijelaskan oleh Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia (UI) Prof. Evi Fitriani. Dia mengatakan selama ini, Asia Tenggara memang menjadi kawasan persaingan.
Apabila melihat secara umum ada sejumlah negara yang condong ke China antara lain Kamboja, Vietnam, Laos dan Myanmar. Sementara yang cenderung merapat ke Amerika Serikat adalah Singapura dan Filipina.
"Pada kenyataan memang sudah berblok. Tapi mungkin Presiden Jokowi ingin kita ASEAN jangan terpengaruh tapi kenyataannya sudah jadi arena persaingan," kata Evi Fitriani saat dihubungi pada Rabu (6/9/2023).
Kekuatan negara besar yakni major powers yang menjadikan Asia Tenggara sebagai proxy war --arena persaingan yang bisa memicu konflik dua power secara tak langsung-- kata Evi jelas membahayakan. Hal tersebut akan menyebabkan negara-negara di Asia Tenggara bisa terpecah-belah dan tidak mengutamakan kepentingannya lagi. Oleh karena itu sentralitas ASEAN menjadi perlu ditegaskan.
Diketahui ASEAN didirikan pada 1967 melalui Piagam ASEAN, pada dasarnya agar negara-negara Asia Tenggara tidak diadu domba. Hal tersebut kini kian relevan di tengah rivalitas persaingan kekuatan dunia. Hal itu terjadi karena dalam riwayatnya, bisa terjadi konflik antara negara-negara di Asia Tenggara.
"ASEAN berusaha jangan ketarik-tarik gitu lho hingga sampai pro China pro Amerika. Dan yang diminta Jokowi itu rasional jangan jadi pro Amerika atau China. Jangan sampai dia (negara) mengorbankan ASEAN-nya ini," ujar Evi lagi.
Pada saat ini diketahui sejumlah negara ASEAN memang cenderung menunjukkan keberpihakan pada dua kekuatan. Sebagian pro pada China sementara yang lainnya pro pada Amerika Serikat. Hal tersebut kemudian membuat mereka menjadi perpanjangan kepentingan dua kekuatan dunia. Namun menurut guru besar UI ini, negara-negara ASEAN seharusnya harus lebih percaya pada ASEAN. Apabila negara-negara tersebut lebih percaya kepada AS dan China untuk kepentingan negara mereka maka akan bisa mengorbankan kawasan. Bahkan lebih jauh, kawasan Asia Tenggara bisa diobrak-abrik proxy kekuatan di luar ASEAN.
Walaupun harus berlayar di tengah badai, kita sebagai para pemimpin ASEAN harus memastikan bahwa kapal ini mampu terus melaju, mampu terus berlayar, dan kita harus jadi nakhoda di kapal kita sendiri untuk mewujudkan perdamaian, mewujudkan stabilitas, mewujudkan kemakmuran bersama
Presiden Jokowi
ASEAN sendiri dimungkinkan memang belum banyak berkontribusi mendorong secara ekonomi bagi para anggotanya. Oleh karena itu hal ini yang terus digiatkan bagaimana kawasan ini dengan ekonomi yang terus tumbuh akan bisa menjadi episentrum atau pusat ekonomi. Hal tersebut yang ingin dipesankan Presiden Jokowi. Indonesia sebagai aktor penting di kawasan mendorong agar negara-negara ASEAN percaya dan mengandalkan ASEAN dibandingkan kekuatan dunia yang tengah bersaing.
"Jadi pak Jokowi sebagai orang Indonesia memang salah satu yang berpengaruh di ASEAN karena kita bisa mempengaruhi negara-negara itu. Masalahnya apakah negara itu bisa percaya bahwa ASEAN akan memberikan lebih yang dia inginkan ketimbang dari China. ASEAN sendiri bisa enggak bantu? Nah itu jadi tantangan sendiri bagi ASEAN," tutupnya.
(ezr)