“Dengan demikian, produksi bioetanol tidak bersaing dengan pangan, pakan, dan pupuk,” jelas Tutuka.
Guna makin meningkatkan pemanfaatan biofuel, Tutuka mengatakan pemerintah juga melakukan penelitian dan pengembangan terhadap HVO dan pompa bensin, yaitu bensin ramah lingkungan nomor satu.
Pada 2019, Pertamina melakukan uji coba pengolahan bahan bakar dan RBDPO hingga 25% untuk menghasilkan ‘bensin hijau’ di kilang Ru unit nomor tiga Plaju. Untuk ‘solar hijau’, kilang hijau Ru empat Cilacap juga tercatat telah memproduksi 3.000 barel per hari dan akan dikembangkan pabrik mandiri berkapasitas 6.000 barel per hari.
Ru tiga Plaju juga direncanakan memproduksi ‘solar hijau’ dengan kapasitas lebih besar yakni 20.000 barel per hari.
“Tim kami sedang bersiap untuk mengoptimalkan atau memodifikasi skala pilot plant dengan produksi 1.000 liter per hari, dan diharapkan selesai pada Desember 2023. Kami juga melakukan kajian teknis dan ekonomis untuk pengembangan bahan bakar ramah lingkungan serta industri olahannya seperti metanol dan lain-lain,” kata Tutuka.
Di sisi lain, Tutuka menyebut salah satu tantangan pengembangan biomassa adalah ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan. Saat ini, pemerintah bekerja sama dengan kementerian lain sedang mengidentifikasi kemungkinan pengembangan kebun energi, hutan, serta pemanfaatan lahan marginal dan pascatambang untuk tanaman energi.
Dengan demikian, tanaman energi akan mampu menyuplai biomassa berkelanjutan dengan nilai ekonomi yang baik dan harga terjangkau yang stabil, serta menjadi salah satu industri yang terus berkembang. Terlebih, industri bioenergi menuntut banyak inovasi bagi ekosistemnya.
“Hal ini memerlukan landasan inovasi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses produksi, menghasilkan bahan bakar berkualitas dengan harga terjangkau, meningkatkan daya tampung lingkungan hidup, dan meningkatkan kesejahteraan petani,” kata Tutuka.
(wdh)