“Statement Pertalite akan dihapuskan tidak pernah ada, tetapi efisiensi penggunaan Pertalite harus terjadi. Jangan sampai orang mampu beli bensin subsidi, itu kan enggak boleh. Itulah kenapa Pertamax ada, ya kan?” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menilai kalangan masyarakat yang mampu sebaiknya mengonsumi bahan bakar yang rendah emisi dengan campuran bioetanol, seperti yang digunakan di Brasil.
“Di Brasil itu 67% mobil pakai bioetanol, akhirnya [kualitas] udaranya biru. Jadi kita harus dorong,” tutur Erick.
Pada kesempatan terpisah sehari sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga membenarkan adanya kajian konversi Pertalite menjadi Pertamax Green 92, sejalan dengan upaya pemerintah dalam mengatasi masalah polusi udara belakangan ini.
"Nanti kita lakukan semua itu. Sekarang lagi dihitung ini kan, karena ini kan masalah polusi juga. Jadi kita mau [BBM bauran] etanol berapa persen, supaya oktannya naik, supaya sulfurnya kurang," ujarnya ditemui di sela acara Bloomberg CEO Forum di Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Terkait dengan kemungkinan besaran harga Pertalite setelah dikonversi menjadi Pertamax Green 92, Luhut mengatakan pemerintah berupaya untuk meminimalisasinya agar tidak menjadi beban masyarakat.
"Ya kita akan tetap lihat agar rakyat itu jangan terbebani, itu kuncinya," tegas Luhut.
Pada kesempataan yang sama, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menolak untuk kembali berkomentar dan mengelaborasi ihwal usulan perseroan mengonversi Pertalite RON 90 menjadi Pertamax Green 92 pada tahun depan.
“Saya enggak mau bahas itu. Kan saya bilang, tidak untuk didiskusikan. Itu internal saja ya. Sudah ya. Statement saya sudah lengkap, dari Pertamina juga ada. Itu adjustment kami,” tegasnya.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI akhir Agustus, Nicke mengutarakan rencana Pertamina untuk hanya menjual tiga jenis bensin pada 2024, yang diklaim lebih ramah lingkungan. Dari ketiganya, tidak akan ada lagi BBM bersubsidi jenis Pertalite.
Menurut Nicke, jenis bensin yang akan dijual perseroan pada tahun depan adalah Pertamax Turbo, Pertamax Green 92, dan Pertamax Green 95.
Usulan tersebut menuai kontroversi di DPR dan kalangan masyarakat lantaran dinilai tidak urgen dan berisiko malah membebani anggaran negara lantaran jenis bensin yang akan ‘diutak-atik’ adalah bahan bakar bersubsidi.
Bagaimanapun, Nicke mengatakan jika pemerintah menyetujui Pertamax Green 92 menggantikan Pertalite pada 2024, harga jualnya akan diregulasi layaknya jenis BBM khusus penugasan (JBKP), yang nilainya tidak dilepaskan ke mekanisme pasar.
“Ada mekanisme subsidi atau kompensasi di dalamnya. Kami mengusulkan [Pertamax Green 92] dengan harga yang sama [dengan Pertalite]. [...] Jadi usulannya itu. Namun, kembali lagi, supaya tidak menjadi perdebatan di publik, saya ingin menjelaskan bahwa ini adalah hasil dari kajian internal kami yang kami usulkan ke pemerintah. Namun, implementasinya, tentu ini menjadi ranah pemerintah untuk memutuskan,” ujarnya pada rapat tersebut.
(wdh)