Lalu, ada lagi pemasukan dari penayangan di platform streaming (OTT) luar negeri. Ini merupakan strategi para perusahaan film agar bisa balik modal.
“Beberapa perusahaan film mengambil strategi (jika cocok) untuk hanya menjual hak tayang yang disebut juga ‘licensing’ buat film mereka di OTT hanya untuk region Indonesia sehingga mereka bisa jual licensing ke OTT luar. Contoh, film Pengabdi Setan 1 dan 2, Impetigore, hanya dijual licensing second window release-nya ke OTT awal untuk bisa diakses di Indonesia saja sehingga bisa dijual lagi ke OTT Shudder. Tapi kalau nilai licensing bisa tinggi hanya dengan satu OTT, ini lebih disukai produser. Karena Nggak ribet,” ungkap Joko.
Lalu ada lagi pemasukan dari perilisan dalam bentuk Blu-ray DVD di luar negeri. Karena menurut Joko, perilisan ini di dalam negeri sudah mati.
“Nilainya kecil sih sampai perusahaan film. Tapi keren,” ujar sutradara film ‘Pintu Terlarang’ tersebut.
Yang terakhir, lanjut Joko, penayangan film di festival film dan event-event lainnya. Tapi jangan berharap dapat uang banyak dari penayangan di festival-festival tersebut.
“Malah kalau festival film besar dan bergengsi, mereka nggak bayar karena buat film ini adalah sarana promosi. Dan susah juga masuknya. Kalau tayang di festival yang bayar biasanya kalau filmnya sudah dikenal dan tayangnya jauh setelah film dirilis awal. Nilainya kecil. Mungkin cuma US$500 (Rp7,6 juta),” kata Joko.
(spt)