Berkat transformasi industri sektor primer di Indonesia menjadi industri bernilai tambah, Luhut menyebut negara telah berhasil meningkatkan rerata nilai ekspor anual dari US$2 miliar—US$3 miliar beberapa tahun lalu menjadi US$34 miliar pada 2022. Nilai itu diambilnya dari contoh sektor hilir besi baja saja, belum termasuk industri lainnya.
“Sekarang, jika Anda melihat ekosistem yang kami bangun, kami tidak ingin membangun satu industri saja, tetapi ekosistem mulai dari bahan mentah, kilang, pembangkit listrik tenaga air, dan lain-lain. Jadi ekosistem yang membantu perekonomian dalam waktu dekat,” tegasnya.
Pendekatan ke Pengusaha
Lebih lanjut, Luhut mengatakan pemerintah sudah mulai mewajibkan investor asing di sektor pertambangan untuk juga membangun industri hilirnya di dalam negeri, tidak hanya mengeruk sumber daya alam yang dimiliki Indonesia.
Untuk itu, dia menggunakan pendekatan khusus kepada pengusaha, dengan menjelaskan kepada mereka bahwa urusan bisnis adalah prioritas kedua dalam berinvestasi. Prioritas utamanya, kata Luhut, adalah membangun lingkungan yang lebih baik bagi generasi berikutnya.
“Saya kira kita berdiskusi dengan mereka. Menurut saya itu sangat penting, karena kita paham sekarang lingkungan itu sangat penting. Jangan sampai kita mendapat manfaat berhari-hari, tetapi kemudian kita abaikan. Kami tidak ingin menghancurkan masa depan generasi kami. Makanya saya bilang, [lingkungan] nomor satu, kamu menghasilkan uang nomor dua. Nomor tiga, pendidikan dan tenaga penggeraknya juga harus Anda bangun. Ada politekniknya hingga membiayai karyawan untuk mencapai tingkat [pendidikan] tertentu agar masyarakat setempat mendapat dampaknya,” kata Luhut.
(wdh)